Saturday, 5 July 2014

Perkembangan al-Dakhil



Latar Belakang Perkembangan Dakhi>l
By: Muhammad
I-            Pendahuluan
Al-Qur’a>n adalah satu-satunya mukjizat Nabi Muhammad saw yang tidak akan lenyap ditelan waktu, satu-satunya kitab Allah yang menjadi penyempurnaan kitab-kitab nabi sebelumnya, dan satu-satunya kitab yang solid dan valid hingga akhir zaman kelak. Dalam al-Qur’a>n menjelaskan setiap sesuatu yang sudah terjadi seperti cerita tentang nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad, menjelaskan sesuatu yang sedang terjadi seperti s{alat, zakat, haji, dan lain-lain, dan menjelaskan sesuatu yang akan terjadi seperti kedatangan Dajja>l, hari kiamat, surga, neraka, dan lainnya.
            Tidak bisa diragukan lagi, al-Qur’a>n adalah produk Allah dan tidak ada satupun yang mencampuri dalam pembuatan al-Qur’a>n. Hal ini terbukti semenjak diturunkannya al-Qur’a>n hingga sekarang, al-Qur’a>n selalu mengadakan sayembara pembuatan ayat penanding al-Qur’a>n, namun tidak ada satupun dari makhluk hidup yang bisa menandinginya sebagaimana firman Allah (QS. al-Baqarah. 23)
(وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنا عَلى عَبْدِنا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَداءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ)
“Dan jika kalian meragukan (al-Qur’a>n) yang Kami Turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar.”[1]
            Ayat di atas  merupakan sebuah sayembara pembuatan surat semisal dengan al-Qur’a>n bagi pengingkar al-Qur’a>n firman Allah. Ayat 23 dari surat al-Baqarah ini diturunkan sebab banyaknya peragu al-Qur’a>n. Mereka beranggapan al-Qur’a>n produk Nabi Muhammad saw, dan al-Qur’a>n adalah sihir. Dengan beribu-ribu bahkan berjuta-juta alasan pengingkar al-Qur’a>n demi menepis ketidak-kuasaan menandingi al-Qur’a>n. Sebagian alasan pengingkar al-Qur’a>n berkata ‘Orang-orang terdahulu sangat bisa menandingi al-Qur’a>n, karena mereka memiliki kemampuan bahasa Arab yang sangat tinggi, namun mereka tidak sempat membuat satu ayat pun sebab mereka sibuk memerangi orang-orang Islam’.[2]
            Di sisi lain, banyak dari golongan maupun individi yang selalu berusaha menggoyah keyakinan orang-orang Islam dengan cara menyebarkan ideologi bahwa al-Qur’a>n produk Nabi Muhammad saw, al-Qur’a>n produk budaya, perlu diadakan renovasi al-Qur’a>n, perubahan susunan, al-Qur’a>n tidak valid diterapkan pada masa sekarang, menafsirkan al-Qur’a>n dengan mengadopisi dalil-dalil yang masih disangsikan akan kebenarannya, dan masih banyak lagi alasan agar orang Islam tidak yakin lagi pada kitab sucinya. Padahal Nabi Muhammad saw pernah bersabdah saat haji wada’ (HR. H{akim. 1/171)
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوا أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ)
“Wahai Manusia, sesungguhnya aku (Muhammad) telah mewariskan pada kalian, bila kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya (warisan itu adalah) kitab Allah (al-Qur’a>n) dan hadi>th Nabi-Nya.”
            Pesan yang tersurat dari hadi>th di atas sengat jelas bahwa umat Islam tidak akan tersesat dari jalan yang benar dan lurus jika umat Islam konsisten bercermin pada al-Qur’a>n dan hadi>th Nabi Muhammad. Namun, dalam memahami al-Qur’a>n itu sendiri masih sangat sulit dan sering kali penafsir al-Qur’a>n cendrung pada sekte yang ia anut. Dari sinilah sebab munculnya beragam penafsiran dari satu ayat al-Qur’a>n. Lebih parah dari itu, terkadang penafsir al-Qur’a>n menggunakan dalil-dalil yang hanya untuk memperkuat argumennya tanpa memandang validitas dalil tersebut.
            Pada kesempatan kali ini, pemakalah ini sediki menguraikan tentang latar belakang perkembangan Dakhi>l dengan harapan agar supaya kita bisa mengetahui asal muasal munculnya Dakhi>l dalam kitab suci al-Qur’a>n. Pembahasan kali ini hanya melingkup seputar arti kata Dakhi>l, sebab-sebab munculnya Dakhi>l, dan diakhiri dengan penutup.
II-          Arti Kata Dakhi>l
Menurut kacamata bahasa arti kata Dakhi>l memiliki beragam arti, di antara arti-arti tersebut ialah:
Fairu>z A<ba>di> menjelaskan dalam kitab al-Qa>mu>s al-Muh}i>d} arti dari kata Dakhi>l ialah sesuatu yang masuk ke dalam tubuh manusia atau pada akalnya yang berupa penyakit atau sesuatu yang jelek. Sedangkan masharakata Arab mengartikannya sebagai suatu kata asing yang masuk dan bercampur ke dalam bahasa Arab.[3] Dari berbagai kitab lughah semuanya mengartikan kata Dakhi>l tidak lepas dari sesuatu yang masuk dan menyelinap dari luar yang tidak memiliki asal sedikitpun dalam pembahasan yang dimasukinya.[4]
Dakhi>l menurut istilah ulama tafsir adalah Tafsir atau penafsiran yang tidak memilik dasar sedikitpun dalam agama yang hadir dengan maksud merusak kandungan al-Qur’a>n.
Jika diteliti lagi, Dakhi>l bisa ditelorkan dari dua sudut Pertama Dakhi>l yang timbul dari orang-orang non Islam (al-Dakhi>l al-Kha>riji>). Dakhi>l semacam ini muncul dari pemikiran musuh-musuh umat Islam yang ingin menghancurkan agama Islam baik itu dari orang Yahu>di, Nas}ra>ni, orang yang tidak memiliki agama, maupun dari golongan orientali yang mereka hanya bertujuan untuk mempermainkan agama dan ingin menampakkan bahwa kitab suci al-Qur’a>n sangat bertentangan dengan dinamika kehidupan manusia. Mereka mulai memasukkan ideologi salah dalam memahami al-Qur’a>n agar terjadi fitnah di antara sesama Islam, agar umat Islam ragu terhadap kitab suci Allah, dan agar umat Islam bercerai berai.[5] Semisal ketidak harusan menghadap kiblat bagi orang yang mengerjakan ibadah s}alat baik orang tersebut ada udhur maupun tidak. Mereka menggunakan landasan dari firman Allah (QS. al-Baqarah. 115)
(وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَما تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ واسِعٌ عَلِيمٌ)
Dan milik Allah timur dan barat. Kemana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”[6]
Dari ayat di atas orang-orang non Islam berusaha untuk memalingkan arah berhadapnya umat Islam (Ka’bah) kepada penghadapan yang tidak dirid}ai Allah yaitu pada salib, patung, dan lain-lain. Mereka beranggapan bahwa Allah tidak melarang umat Islam untuk menghadap selain ka’bah. Selain itu, mereka juga berdalih bahwa tidak ada beda antara menghadap ka’bah dan menghadap pada salib, sebab keduanya hanya merupakan sebuah perantara untuk mendekatkan diri pada Allah.
Kedua Dakhi>l yang muncul dari orang Islam sendiri. Dakhi>l macam ini bisa muncul dari golongan beragam yang mengatas namakan golonganya beragama Islam, namun pada kenyataannya mereka mempunyai hubungan gelap dengan musuh-musuh Islam. Golongan Islam itu hanya menjalankan strategi yang dirumuskan oleh musuh-musuh Islam.[7] Contoh dari pemikiran modern, terdapat fatwa dari golongan yang terlalu meliberalkan pemikirannya, hingga mereka menghalalan berzina dengan PSK (pekerja seks komersial) dengan alasan, praktek PSK (mulai dari pemilihan, hingga pembayaran) sama sekali tidak bertentangan dengan al-Qur’a>n. Selain itu, al-Qur’a>n juga tidak melarang untuk melakukan seks bebas, asal didasari dengan sama-sama suka/rid}a, firman Allah surat al-Nisa>’ ayat 24 menyatakan:
(فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلا جُناحَ عَلَيْكُمْ فِيما تَراضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ)
 “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah mas kawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakan, setelah ditetapkan.”[8]
Bila dilihat dari satu sudut, memang tidak salah fatwa boleh melakukan pekerjaan intim dengan PSK atau orang yang sama-sama suka tanpa disertai akad nikah yang sah, namun merumuskan hukum dengan cara melihat satu ayat dan tidak melihat ayat setelah atau sebelumnya merupakan sebuah kesalahan.
Melihat dari bahayanya Dakhi>l dalam penafsiran al-Qur’a>n, para ulama baik klasik maupun modern merasa mempunyai tugas kewajiban untuk meluruskan pandangan dalam penafsiran al-Qur’a>n, sehingga mereka membuat karya tulis special Dakhi>l dalam kitab suci al-Qur’a>n.
III-        Macam-maca Dakhi>l
Pemakalah menyimpulkan bahwa Dakhi>l terbagi menjadi dua bagian besar yaitu Dakhi>l dari Ma’thu>r dan Dakhi>l dari logika. Dari kedua bagian tersebut terbagi lagi menjadi beberapa bagian. Untuk memperjelas pembahasan, mari kita bahas satu-persatu dari kedua Dakhi>l tersebut. Pertama Dakhi>l Ma’thur. Jenis Dakhi>l ini terbagi menjadi beberapa bagian di antaranya sebagaiamana berikut berikut:
1-      Menafsirkan al-Qur’a>n dengan menggunakan hadi>th d}aif yang ked}aifannya tidak ada yang memperkuat. Contoh firman Allah (S.Q. al-Kauthar. 1)
(لما نزلت هذه السورة ) إنا أعطيناك الكوثر فصل لربك وانحر ( قال النبي ( صلى الله عليه وسلم ) لجبرائيل : ( ما هذه النحيرة التي أمرني بها ربي ؟ ) قال : ليست بنحيرة ولكنه يأمرك اذا تحرمت للصلاة أن ترفع يدك إذ ا كبرت ، وإذا ركعت ، وإذا رفعت رأسك من الركوع ، وإذا سجدت ، فإنه صلاتنا وصلاة الملائكة الذين في السموات السبع وإن لكل شيء زينة وأن زينة الصلاة رفع الأيدي عند التكبيرة.[9]
2-      Membuat hadi>th palsu yang disandarkan sanadnya pada Nabi Muhammad. Contoh firman Allah (S.Q. al-A’ra>f. 189)
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ واحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْها زَوْجَها لِيَسْكُنَ إِلَيْها فَلَمَّا تَغَشَّاها حَمَلَتْ حَمْلاً خَفِيفاً فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُما لَئِنْ آتَيْتَنا صالِحاً لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Sebab turunnya ayat ini dengan menggunakan hadi>th D{aif yaitu:
لما حملت حواء طاف بها إبليس وكان لا يعيش لها ولد فقال سمّيه عبد الحرث فسمّته عبد الحرث فعاش وكان ذلك من وحي الشيطان وأمره.[10]
3-      Menggunakan Isra>i>liya>t yang jelas-jelas bertentangan dengan kandungan al-Qur’a>n atau hadi>th Nabi Muhammad. Adapun Isra>i>liya>t yang tidak bertentangan dengan al-Qur’a>n dan Hadi>th, maka tidak masuk dalam katagori Dakhi>l. contoh Isra>i>liya>t yang bertentangan dengan al-Qur’a>n seperti dongeng tentang nabi-nabi terdahulu.
Kedua            Dakhi>l dari logika. Terdapat beberapa sebab yang bisa mengantarkan pada Dakhi>l dalam logika. Adapun unsur yang paling mendominan dalam adanya Dakhi>l logika adalah ketidak tahuan orang yang menafsirkan al-Qur’a>n dan kebencian terhadap umat Islam. Dari dua unsur pemicu adanya Dakhi>l logika di atas bisa diperinci lagi menjadi beberapa bagian, sebagaimana berikut:
1-        Muncul dari orang-orang yang benci pada ayat-ayat Allah, mengingkari shari’at Islam. Dalam hati mereka dipenuhi dengan kebencian dan pengingkaran terhadap firman Allah. Orang-orang yang benci terhadap shari’at Allah mulai menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n dengan menggunakan perkataan-perkataan yang menyesatkan umat Islam. Seperti menafsirkan surat al-Nisa>’ ayat 24 dengan keboleh seks bebas asal sama-sama sukan dan saling rid}a.
2-        Pandangan yang hanya sebatas sudut dha>hir, tanpa melirik mana yang pantas dan tidaknya untuk Dha>t yang Maha Kuasa. Seperti menggambarkan Allah memilik wajah sebagaimana wajah manusia dan lain-lain.
3-        Merubah shari’at dari posisi aslinya serta memalingkan dari arti yang sesungguhnya. Seperti mentiadakan Qis}as} dalam al-Qur’a>n dengan dalih adanya batasan bawah dan atas.
4-        Menafsirkan al-Qur’a>n tanpa disertai ilmu yang memadahi.

IV-        Sebab-sebab Munculnya Dakhi>l
Setelah kita membahas arti dan macam-macam Dakhi>l, maka muncullah sebuah pertanyaan “Bagaimana Dakhi>l itu bisa muncul?” dan “Kenapa Dakhi>l bisa masuk dalam tafsir al-Qur’a>n, sedangkan tafsir itu sendiri merupakan disiplin ilmu yang menjelaskan kitab Allah?”
Jawaban dari kedua pertanyaan di atas ialah, sebagaimana yang telah kita ketahui dari keterangan yang sudah lewat, Dakhi>l bisa muncul dan berkembang disebabkan oleh dua unsur yaitu:
1-      Dakhi>l yang ditelurkan oleh musuh-musuh umat Islam. Yang dimaksud dengan musuh-musuh umat Islam adalah mereka orang-orang kafir, mushrik, Yahu>di, Nas}a>ri, dan orang-orang yang membeci agama Islam.
Setelah al-Qur’a>n di turunkan dan menjulang tingginya bendera Islam mereka mulai bergerak dengan cara memberikan ideologi yang bertentangan dengan al-Qur’a>n. Mereka mengeluarkan ideologi demikian dengan harapan agar orang-orang Islam menyakini bahwa al-Qur’a>n bukan firman Allah, memudarkan otentitas al-Qur’a>n, dan menfitnah orang yang penyampaikan al-Qur’a>n (Nabi Muhammad).
Bagaimana mereka tidak mempunyai pemikiran untuk memberikan data palsu, sedangkan al-Qur’a>n sendiri selalu menegakkan ketauhidan (ketuhanan yang satu), menjelaskan bahwa berhala-berhala yang mereka sembah termasuk perbuatan Shirik, merendahkan berhala-berhala yang telah mereka agung-agungkan, dan lain-lain. Sebagaimana firman Allah (QS. al-Anbiya>’. 98)
(إِنَّكُمْ وَما تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَها وارِدُون)
“Sungguh, kamu (orang kafir) dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah bahan bakar Jahannam. Kamu (pasti) masuk ke dalamnya.”[11]
Selain itu, al-Qur’a>n juga menjelaskan bahwa berhala-berhala yang mereka sembah sama sekali tidak memberimanfaan dan kemudaratan.
Melihat kandungan al-Qur’a>n yang menghina tuhan-tuhan mereka, orang-orang non Islam tidak hanya diam, mereka mulai berfikir untuk menyebarkan shubhat dan  menentang ayat-ayat al-Qur’a>n. Sebagai contoh shubhat yang mereka lontarkan pada umat Islam hadi>th yang datangnya dari al-Mughi>rah bin Sha’bah
(عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى نَجْرَانَ قَالَ فَقَالُوا أَرَأَيْتَ مَا تَقْرَءُونَ يَا أُخْتَ هَارُونَ وَمُوسَى قَبْلَ عِيسَى بِكَذَا وَكَذَا قَالَ فَرَجَعْتُ فَذَكَرْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا أَخْبَرْتَهُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يُسَمَّوْنَ بِالْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ قَبْلَهُمْ)[12]
Dari riwayat di atas bisa disimpulkan bahwa orang-orang bani Najra>n menafsirkan ayat al-Qur’a>n dengan penafsiran yang salah. Mereka beranggapan cerita nabi-nabi yang terkandung dalam al-Qur’a>n tidak benar dan tidak bisa dipercaya. Suatu bukti, dalam al-Qur’a>n mencatat أُخْتَ هَارُونَ  (S.Q. Maryam. 28) bagaimana bias al-Qur’a>n mengatakan kakak Harun sendangkan masa kehidupan antara Nabi Musa dan Nabi Isa lebih dari 100 tahun?
Setelah Mughi>rah mendengarkan keterang dari orang-orang bani Najra>n, ia langsung melaporkan pada Nabi Muhammad. Nabi pun tidak hanya dia, melainkan Nabi langsung menjelaskan bahwa Harun yang ada dalam al-Qur’a>n bukanlah Harun kakak dari Nabi Isa, akan tetapi Harun lain.
Contoh lain dari Dakhi>l yang ada pada zaman Nabi Muhammad. Saat turunnya firman Allah (SQ. al-Baqarah. 245)
(مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًاَ)
“Barang siapa meminjami Allah dengan penjaman ang baik,”[13]
Orang-orang non Islam pada saat itu mulai membicarakan kepribadian Allah, mereka beranggapan bahwa Allah itu fakir dan miskin, sebab Allah masih membutuhkan Qirad}. Mereka bertanya dengan menggunakan nada menghina “Allah ingin Qirad}? Apakah Tuhan umat Islam itu fakir?.”[14]
Tidak lama dari anggapan orang non Islam akan kepribadian Allah, Allah langsung menurunkan wahyu pada Nabi Muhammad untuk meluruskan anggapan yang salah, firman Allah (QS. Ali ‘Imra>n. 181)
(لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ)
“Sungguh, Allah telah Mendengar perkataan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami kaya.’ Kami akan Mencatat perkataan mereka dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa hak (alas an yang benar), dan Kami akan Mengatakan (kepada mereka) ‘Rasakanlah olehmu adhab yang membakar!’.”[15]
Tidak bisa dipungkiri bahwa hingga saat ini Dakhi>l masih tetap tersebar dan berjalan mulus baik itu dari orang-orang non Islam seperti contoh tafsiran mereka tentang firman Allah (QS. al-An’a>m. 38)
(مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ)
“Tidak ada sesuatu pun yang Kami Luputkan di dalam kitab.”[16]
Ayat ini mengindikasikan bahwa hadi>th tidak dibutuhkan, karena semuanya telah tercatat di dalamnya. Dan ayat di atas sangat bertolak belakang dengan pandangan ulama Islam baik klasik maupun kontemporer bahwa posisi hadi>th sebagai penjelas, pelengkap, dan lain-lain. Jika ideologi mereka harus dibenarkan, maka bisa dikatakan mereka tidak memahami makna al-Qur’a>n atau bahkan mereka tidak mempercayai kitab al-Qur’a>n. Bila dalam al-Qur’a>n telah mencakup segalanya, maka apa guna adanya hadi>th. Jika memang benar hadi>th sebagai pelengkap al-Qur’a>n, maka al-Qur’a>n tidak langkap dan otomatis firman Allah tidak bisa dipercaya, karena berbeda dengan kenyataan.
Dan masih banyak lagi contoh tafsiran mereka yang menyesatkan serta masuk dalam katagori Dakhi>l fi al-Qur’a>n.
2-      Dakhi>l yang muncul disebabkan kesalahan dalam memahami teks al-Qur’a>n yang dipicu oleh kefanatikan sekte Islam. Bahkan Dakhi>l juga bisa muncul dari para sahabat atau tabi’i>n.[17]
Saat membaca bagian kedua ini, mungkin pembaca akan timbul pertanyaan “Bagaimana bisa Dakhi>l muncul dari para sabahat atau tabi’i>n?.” Pertanyaan ini akan terjawab dari ulasan dan sedikit contoh Dakhi>l yang terjadi pada masa sahabat yang mana pada saat itu Nabi Muhammad masih mendampingi mereka.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, Dakhi>l bisa muncul dari kesalahan dalam memahami arti ayat atau kalimat al-Qur’a>n. Kesalahan para sahabat dalam memahami ayat al-Qur’a>n ini sering terjadi pada masa Nabi Muhammad. Hal seperti demikian, tidak bisa disalahkan sebab yang paling tahu akan arti yang terkandung dalam al-Qur’a>n hanyalah Nabi Muhammad, namun jika kesalahan pemahaman dalam al-Qur’a>n yang terjadi pada masa sahabat tidak dibenarkan dan tidak diluruskan, maka itu juga masuk dalam rana Dakhi>l menurut versi pemakalah.
Adapun di antara contoh Dakhi>l yang terjadi pada saat itu sebagaimana berikut:
a-      Firman Allah (QS. al-An’a>n. 82)
(الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ)
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman.”[18]
     Ketikan ayat ini turun, sebagian dari sahabat Nabi menangis. Mereka memahami arti ayat di atas dengan kedhaliman yang dikerjakan manusia baik itu kecil maupun besar. Tidak salah bila sebagian sahabat menafsirkan demikian, sebab ayat tersebut bisa dikatan samar. Mereka menfsirkan dengan:
 فإذا لبس الإنسان إيمانه أي خلط إيمانه بشيء من الظلم لم يكن في مأمن
Melihat kondisi yang sangat merepotkan, sebagian sahabat bertanya kepada Nabi dan Nabi pun menjelaskan bahwa kalimat Z{ulm. yang ada pada ayat itu memiliki arti Shirk.[19]
b-      Firman Allah (QS. al-Ma>idah. 93)
(لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ جُناحٌ فِيما طَعِمُوا إِذا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ)
“Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan kewajiaban.”[20]
Ketika ayat di atas di turunkan ada salah satu sabahat yang salah saat menta’wil ayat tersebut, ia bernama Ibnu Quda>mah. Pada suatu ketika Ibnu Quda>mah meminum minuman keras (khamer), ia beranggapan tidak dosa meminum minuman keras bagi orang yang beriman dan mengerjakan perekjaan yang bajik. Kala ‘Umar bin Khatta>b mengetahui pendapat Ibnu Quda>mah, ‘Umar pun menentang dan menjelaskan pendapat yang benar. ‘Umar pun berkata padanya “Jika kamu orang yang bertakwa pada Allah, maka jauhilah segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah.”[21]
Lepas dari pembahasan contoh. Sekarang kita beralih pada masa perpecahan umat Islam. Masa ini tersebar luas pada saat kekhalifahan ‘Ali bin Abi T{a>lib. Sebuah fenomena yang tidak akan pernah terlupakan oleh sajarawan dan umat Islam yaitu fenomena Tah{kim yang membiaskan perpecahan umat Islam. Pada masa itu umat Islam terpecah menjadi beberapa sekte di antaranya ialah sekte Shi>’ah, Murji’ah, Qadariyah, Mu’tazilah, dan lain-lain. Setiap dari sekte yang ada berusaha untuk menafsirkan al-Qur’a>n mengikuti hawa nafsunya dan hanya mementingkan golongannya. Mereka mejadikan golongan sebagai panduan utama sedangkan al-Qur’a>n hanyalah cabangnya. Contoh Dakhi>l yang muncul dari sekte-sekte sebagaimana berikut:
1-      Sekte Shi>’ah. Contoh dari sekte Shi>’ah ini sudah sering kita dengarkan dari keterangan Prof. Roem Rawi. Orang-orang Shi>’ah menafsirkan firman Allah (QS. al-Baqarah. 67)
(إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً)
Allah Memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.”[22]
Sebagian orang Shi>’ah menafsirkan kata al-Baqarah yang ada dalam ayat di atsa dengan Siti ‘A<ishah (istri Nabi Muhammad). Orang Shi>’ah menafsirkan dengan penafsiran demikian, sebab mereka sangat membenci Siti ‘A<ishah yang tidak berada dipikah ‘Ali bin Abi T{a>lib, melainkan A<ishah lebih condong pada Mu’awiyah bin Abi Sofya>n.
2-      Sekte Jahmiyah/Jabariyah.[23] Mereka menafsirkan firman Allah (QS. al-Anfa>l. 17)
(وَما رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلكِنَّ اللَّهَ رَمى)
“Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar.”[24]
Dari ayat di atas, mereka menafsirkan bahwa manusia tidak memiliki wewenang sedikitpun dalam segala urusan, melainkan semua sudah deprogram oleh Allah. Pekerjaan baik dan buruk semua dari Allah, manusia hanya menerima tanpa harus usaha.[25]
3-      Sekte Mu’tazilah.[26] Mereka menafsirkan firman Allah (QS. al-Zukhruf. 72)
(وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوها بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ)
“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu karena perbuatan yang telah kamu kerjakan.”[27]
Dari ayat ini sekte Mu’tazilah berideologi bahwa manusia sendirilah yang memiliki hak dalam kesuksesan dunia dan akhirat. Allah tidak ikut campur dalam urusan manusia, sebab Allah telah menyerahkan kepada manusia sendiri. Sekte Mu’tazilah mengartikan huruf ‘Ba’’ yang terdapat dalam ayat di atas dengan ‘Ba’ ‘Iwad}’, maka jika diartikan surga yang akan dimiliki oleh orang-orang Islam merupakan ganti atas pekerjaan yang telah mereka kerjakan.[28]
Jika difahami dari keterangan di atas, Mu’tazilah seakan-akan mentiadakan sifat Qudrat dan Ira>dad yang dimiliki oleh Allah.
V-          Penutup
Dakhi>l dalam tafsir merupakan sesuatu yang sangat membahayakan bagi umat Islam, bagiamana tidak? Sedangkan al-Qur’a>n itu merupakan pegangan utama umat Islam. Oleh karena itu, tidak heren bila sekian banyak ulama berusaha untuk membuat buku khusus yang menerangkan Dakhi>l dalam tafsir, menjelaskan tentang Mau’d{u’a>t dan Isra>ili>ya>t, dan lain-lain.
            Tidak bisa dipungkiri bahwa Dakhi>l dalam tafsir sudah berkembang biyak semenjak al-Qur’a>n turun dan benderan Islam berkibar luas. Orang-orang yang membenci Islam dan tidak percaya al-Qur’a>n firman Allah itulah pembawa Dakhi>l al-Qur’a>n pertama sebagaimana contoh yang telah tertera di atas, hanya saja pada saat itu Nabi Muhammad masih hidup sehingga umat Islam mendapatkan mencerahan dari Nabi Muhammad.
            Waktu terus bergeser hingga datangnya era sahabat Nabi Muhammad yang menjadi pengganti penegak agama Islam. Pada saat itu, Dakhi>l semakin berkembang terutama Dakhi>l yang diadopsi dari Isra>ili>ya>t. Para sahabat banyak yang menggunakannya sebagai metedo dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Memang tidak salah menafsirkan al-Qur’a>n dengan menggunakan Isra>ili>ya>t, namun jika itu tidak bertentangan dengan al-Qur’a>n atau Isra>ili>ya>t itu s}ah{ih{.
            Dakhi>l lebih berkembang pesat lagi saat fenomena Tah}kim terjadi. Pada waktu itu, umat Islam mulai terpecah bela menjadi beberapa golongan. Dari situ, setiap golongan memberanikan diri untuk menafsirkan al-Qur’a>n hanya untuk keperluan golongnya sendiri dan ingin mengalahkan musuh pemikirannya bukan untuk mencari kebenaran dari kitab suci yang telah Nabi Muhammad wariskan pada umatnya. Mereka mulai membuat hadi>th palsu dan berkata habwa hadi>th itu datangnya dari Rasullah.
            Lantas bagaimana dengan masa yang kita injak sekarang? Pemakahal bisa menyimpulkan bahwa Dakhi>l pada masa sekarang tetap berjalan mulus terutama dari orientalis yang ingin menghancurkan umat Islam dan ingin memecahkan persatuan umat Islam. Realita yang ada pada Negara kita Indonesia, umat Islam terpecah menjadi beberapa sekte, semua sekte ini tidak menafikan jika mereka termasuk salah satu pelopor Dakhi>l kontemporer, sebab pemakalah berideologi jika kefanatikan telah mendarah daging, maka kebutahan akan menyelimutinya.
















Referensi
Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya. Bandung: CV Diponegoro, 2008.
‘Adili> (al), S{a>lih. “al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r”. Tesis—Ja>mi’ah al-Madinah al-‘A<lamiyah, ttp.
Abu al-Fida>’Ismail bin Umar bin Kathir al-Qurshi. Tafsir al-Qur’a>n al-‘Ad}i>m. Da>r T{ayyibah li al-Nashr wa al-Tauzi’, 1999.
Ah}mad bin H{anbal. Musnad al-Ima>m Ah}mad bin H{anbal. Kairo: Muassasah al-Risa>lah, 1999.
Arab (al), Abdulh}ami>d ‘Ali ‘Izz. Taqri>b al-Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d li al-Imam Abi H{a>mid al-Ghaza>li>. Kairo: Ja>mi’ah al-Azhar, 2011.
At}iyyah Aram, Muhammad Sa’i>d Muhammad. Al-Sabi>l ila> Ma’rifah al-As}i>l wa al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r. Mesir: Da>r al-Sala>m, 1998.
Fairu>z A<ba>di, Majduddin Muhammad bin Ya’qu>b. al-Qa>mu>s al-Muh}i>d}. Kairo: al-Haiah al-Mis}riyah al-‘A<mah li al-Kutub, ttp.
Ghazali (al), Abu Hamid. Al-Iqtis}a>t fi al-I’tiqa>d. Kairo: Ja>mi’ah al-Azhar, 2003.
Muhammad ‘Izzat. al-Tafsi>r al-H}adi>th. Kairo: Da>r al-Ih}ya>’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1383.
Muhammad T{a>hir bin ‘A<shu>r. al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r. Tunisia: Da>r Sah}nu>n li al-Nashr wa al-Tauzi’, 1997.
T{abari> (al), Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r. Tafsi>r al-T{abari> Ja>mi’ al-Baya>n ‘An Ta’wi>l A<y al-Qur’a>n. Kiro: Da>r Hijr li al-T{aba>’ah wa al-Nashr wa al-Tauzi>’ wa al-I’la>n, 1422 H.
T{a>hir Mah}mu>d Muhammad Ya’qu>b. Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r Dira>sah Ta’s}i>liyah. Saudi: Da>r Ibn Jauzi, 1425.


[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, (Bandung: CV Diponegoro, 2008), 4.
[2] Abu Hamid al-Ghazali. Al-Iqtis}a>t fi al-I’tiqa>d, (Kairo: Ja>mi’at al-Azhar, 2003), 302.
[3] Majduddin Muhammad bin Ya’qu>b Fairu>z A<ba>di, al-Qa>mu>s al-Muh}i>d}, (Kairo: al-Haiah al-Mis}riyah al-‘A<mah li al-Kutub, ttp), 1-1290.
[4] Muhammad Sa’i>d Muhammad At}iyyah Aram, Al-Sabi>l ila> Ma’rifah al-As}i>l wa al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r, (Mesir: Da>r al-Sala>m, 1998), 1-45.
[5] S{a>lih al-‘Adili>, “al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r” (Tesis—Ja>mi’at al-Madinah al-‘A<lamiyah, ttp), 12-13.
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, (Bandung: CV Diponegoro, 2008), 18.
[7] S{a>lih al-‘Adili>, “al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r. 13
[8] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya. 82.
[9] T{a>hir Mah}mu>d Muhammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r Dira>sah Ta’s}i>liyah, (Saudi: Da>r Ibn Jauzi, 1425), 148.
[10] Muhammad ‘Izzat, al-Tafsi>r al-H}adi>th, (Kairo: Da>r al-Ih}ya>’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1383), 2/550.
[11] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 330.
[12] Ah}mad bin H{anbal, Musnad al-Ima>m Ah}mad bin H{anbal, (Kairo: Muassasah al-Risa>lah, 1999), 141.
[13] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 39.
[14] Abu al-Fida>’Ismail bin Umar bin Kathir al-Qurshi, Tafsir al-Qur’a>n al-‘Ad}i>m, (Da>r T{ayyibah li al-Nashr wa al-Tauzi’, 1999), 2-176.
[15] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 74.
[16] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 132.
[17] S{a>lih al-‘Adili>, “al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r…, 16.
[18] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 138.
[19] Abu> Ja’far Muhammad bin Jari>r al-T{abari>, Tafsi>r al-T{abari> Ja>mi’ al-Baya>n ‘An Ta’wi>l A<y al-Qur’a>n, (Kiro: Da>r Hijr li al-T{aba>’ah wa al-Nashr wa al-Tauzi>’ wa al-I’la>n, 1422 H), 11-494.
[20] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 123.
[21] Muhammad T{a>hir bin ‘A<shu>r, al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r, (Tunisia: Da>r Sah}nu>n li al-Nashr wa al-Tauzi>’, 1997), 1-24.
[22] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 10.
[23] Sekte ini muncul pada akhir dari abad pertama hijriah. Golongan ini terlahir untuk menetang sekte Qadariya. Adapun mendiri golongan ini bernama al-Jahm bin S}ofwa>n.
[24] Ibid., 179.
[25] Abdulh}ami>d ‘Ali ‘Izz al-Arab, Taqri>b al-Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d li al-Imam Abi H{a>mid al-Ghaza>li>, (Kairo: Ja>mi’ah al-Azhar, 2011), 25.
[26] Sekte ini dijunjung oleh tokoh alim yang bernama Wa>s}il bin ‘At}a>’. Mu’tazilah sudah berkembang sejak akhir dari abad pertama hijriah.
[27] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 494.
[28] Abdulh}ami>d ‘Ali ‘Izz al-Arab, Taqri>b al-Iqtis}a>d…, 27.

No comments:

Post a Comment