Sunday, 6 July 2014

Sejarah Pembukuan al-Qur'an



Al-Qur’a>n Dan Pembukuannya
By: Muhammad
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca al-Qur’a>n karena hendak cepat-cepat, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya di dadamu dan membuatmu pandai membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya” (SQ. al-Qiya>mah. 16-19)
A.    Pendahuluan
            Al-Qur’a>n adalah satu-satunya mukjizat Nabi Muhammad saw yang tidak akan lenyap ditelan waktu, satu-satunya kitab Allah yang menjadi penyempurnaan kitab-kitab nabi sebelumnya, dan satu-satunya kitab yang solid dan valid hingga akhir zaman kelak. Dalam al-Qur’a>n menjelaskan setiap sesuatu yang sudah terjadi seperti cerita tentang nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad, menjelaskan sesuatu yang sedang terjadi seperti s{alat, zakat, haji, dan lain-lain, dan menjelaskan sesuatu yang akan terjadi seperti kedatangan Dajjal, hari kiamat, surga, neraka, dan lainnya.
            Tidak bisa diragukan lagi, al-Qur’a>n adalah produk Allah dan tidak ada satupun yang mencampuri dalam pembuatan al-Qur’a>n. Hal ini terbukti semenjak diturunkannya al-Qur’a>n hingga sekarang, al-Qur’a>n selalu mengadakan sayembara pembuatan ayat penanding al-Qur’a>n, namun tidak ada satupun dari makhluk hidup yang bisa menandinginya sebagaimana firman Allah (SQ. al-Baqarah. 23)
(وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنا عَلى عَبْدِنا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَداءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ)
“Dan jika kalian meragukan (al-Qur’a>n) yang Kami Turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar.”[1]
            Ayat di atas  merupakan sebuah sayembara pembuatan surat semisal dengan al-Qur’a>n bagi pengingkar al-Qur’a>n firman Allah. Ayat 23 dari surat al-Baqa>rah ini diturunkan sebab banyaknya peragu al-Qur’a>n. Mereka beranggapan al-Qur’a>n produk Nabi Muhammad saw, dan al-Qur’a>n adalah sihir. Dengan beribu-ribu bahkan berjuta-juta alasan pengingkar al-Qur’a>n demi menepis ketidak-kuasaan menandingi al-Qur’a>n. Sebagian alasan pengingkar al-Qur’a>n berkata ‘Orang-orang terdahulu sangat bisa menandingi al-Qur’a>n, karena mereka memiliki kemampuan bahasa Arab yang sangat tinggi, namun mereka tidak sempat membuat satu ayat pun sebab mereka sibuk memerangi orang-orang Islam’.[2]
            Di sisi lain, banyak dari golongan orientalis yang selalu berusaha menggoyah keyakinan orang-orang Islam dengan cara menyebarkan ideologi bahwa al-Qur’a>n produk Nabi Muhammad saw, al-Qur’a>n produk budaya, perlu diadakan renovasi al-Qur’a>n, perubahan susunan, al-Qur’a>n tidak valid diterapkan pada masa sekarang, dan masih banyak lagi alasan agar orang Islam tidak yakin lagi pada kitab sucinya. Padahal Nabi Muhammad saw pernah bersabdah saat haji wada’ (RH. H{akim. 1/171)
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوا أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ)
“Wahai Manusia, sesungguhnya aku (Muhammad) telah mewariskan pada kalian, bila kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya (warisan itu adalah) kitab Allah (al-Qur’a>n) dan hadi>th Nabi-Nya.”
            Dari sinilah, sangat diperlukan mempelajari ilmu al-Qur’a>n agar bisa menjadi tebeng dari serangan orang-orang yang ingin menggoyahkan kesucian kitab agama Islam. Dalam makalah ini, pemakalah akan menjelaskan tentang gambaran umum al-Qur’a>n, pembukuan al-Qur’a>n, perbedaan antar al-Qur’a>n dan hadi>th Nabi saw, dan otentitas al-Qur’a>n. Pemakalah menganggap penting untuk membahas permasalahan-permasalahan tersebut agar bisa menjadi sebuah pengantar dalam memahami al-Qur’a>n dan ilmu al-Qur’a>n.
B.    Definisi Al-Qur’a>n
Agar bisa mengetahui tinjauan umum al-Qur’a>n sangat dibutuhkan mengetahui definisi al-Qur’a>n itu sendiri, karena tanpa mengetahui dan memahami definisi, maka tidak akan diketahui pula maksud di dalamnya. Dalam mendefinisikan al-Qur’a>n masih terdapat perbedaan antara ulama, namun perbedaan itu hanya sebatas perbedaan dalam penjelasan. Di antara ulama ada yang memperlebar definisinya dan adapula yang mendefinisikan dengan sangat ringkas. Walau perbedaan definisi itu terjadi, tapi intinya sama-sama bermaksud al-Qur’a>n adalah firman Allah. Di bawah ini adalah sebagian definisi al-Qur’a>n menurut pandangan ulama:
Arti al-Qur’a>n dalam pandangan bahasa. Asal dari lafad Qur’a>n diambil dari masdar yang mengikuti wazan Fu’l>anun (فعلان). Lafad Qur’a>n dengan menggunakan wazan ini tertera dalam al-Qur’a>n surat al-Qiya>mah ayat 17-18.
(إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ، فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ)
Dua ayat di atas menunjukkan bahwa lafad Qur’a>n mengikuti wazan Fu’l>a>nun. Kemudian dari lafad Qur’a>n dijadikan sebuah nama untuk kitab suci yang Allah turunkan.
            Ulama lain beranggapan bahwa lafad Qur’a>n adalah mas}dar dari fi’il قرأ- يقرأ- قراءة- قرأنا dari pendapat ini bisa disimpulkan lafad Qur’a>n merupakan mas}dar yang sama dengan mas}dar قراءة.
            Adapun makna al-Qur’a>n menurut istilah ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan bahasa Arab, sebagai mukjizat sekalipun dengan surat yang paling pendek, yang tertulis pada lembaran, yang sampai pada tangan kita dengan cara mutawatir, yang bacaannya bisa dijadikan ibadah, di awali dengan surat al-Fa>tihah, dan diakhiri dengan suat al-Na>s.[3]
            Definisi al-Qur’a>n menurut teologis ialah sebuah lafad yang diturunkan Allah pada Nabi Muhammad yang diawali dengan surat al-Fa>tihah dan di akhiri dengan surat al-Na>s.[4]
            Sebagian ulama, mendefinisiakan al-Qur’a>n dengan tulisan yang tersusun rapi di antara dua sampul yang mana tulisan tersebut bersifat qadim dan kalimat-kalimat yang mengagungkan.[5]
            Sebagian ulama lain ada juga yang mendefinisikan al-Qur’a>n dengan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan bahasa Arab, melalui perantaraan Jibril sebagai mukjizat sekalipun dengan surat yang paling pendek, yang tertulis pada lembaran, yang sampai pada tangan kita dengan cara mutawatir, yang bacaannya bisa dijadikan ibadah, di awali dengan surat al-Fa>tihah, dan diakhiri dengan suat al-Na>s.
            Dari definisi di atas pemakalah lebih memilih definisi yang pertama, karena dalam definisi itu bisa mencakup semua makna dan maksud diturunkannya al-Qur’a>n. Sekarang, mari kita renungkan perbedaan antara definisi pertama dan keempat. Pada definisi keempat tertulis al-Qur’a>n di turunkan melalui perantaraan Jibril sedangkan definisi pertama tanpa ada kata di turunkan lewat Jibril, namun ia lebih umum. Ini mengindikasikan bahwa al-Qur’a>n diturunkan tidak selamanya melewati Jibril, karena dalam penurunan wahyu terdapat empat cara yaitu;[6]
a-      Dengan mimpi yang benar dan nyata saat terjaga.
b-      Allah memberikan ilham pada Nabi saw pada saat Nabi terjaga dan memberikan sebuah makna dalam hatinya tanpa melihat satupun dari malaikat.
c-      Allah langsung berbicara pada Nabi dari belakang hijab dan Nabi bisa mendengarkan suara itu.
d-      Dan terakhir Allah mengutus Jibril untuk menyampaikan wahyu pada Nabi Muhammad saw.
Penjelasan definisi al-Qur’a>n.
          Pemakalah lebih memilih dan mengunggulkan definisi pertama sebagaimana keterangan yang sudah lewat. Oleh karena itu, pemakalah akan menjelaskan maksud definisi al-Qur’a>n yang telah pemakalah pilih. ‘Kalam Allah’ dalam lafad ini mengeluarkan setiap perkataan yang datangnya selain dari Allah seperti perkataan manusia, malaikat, jin, dan Nabi. ‘Yang diturunkan pada Nabi Muhammad dengan menggunakan bahasa Arab’ mengeluarkan semua kitab-kitab yang diturunkan pada nabi-nabi selain Nabi Muhammad seperti Taurat, Injil, Zabur, dan lain-lain. ‘Sebagai mukjizat sekalipun dengan surat yang paling pendek’ mengeluarkan kalam Allah yang diriwayatkan Nabi hanya maknanya saja. ‘Yang sampai pada tangan kita dengan cara mutawatir, yang bacaannya bisa dijadikan ibadah’ mengeluarkan hadi>th Nabi, Hadi>th Qudsi, dan ayat-ayat yang telah dihapus bacaannya, karena hal itu tidak bisa dijadikan ibadah bacaannya.
            Setelah kita mengetahui definisi dan penjelasan definisi al-Qur’a>n, kita bisa membedakan antara al-Qur’a>n dan selain al-Qur’a>n. Dan dari definisi ini juga, kita bisa melawan perkataan orientalis yang berpendapat bahwa al-Qur’a>n adalah buatan Muhammad saw bukan dari Allah.
C.    Perbedaan Al-Qur’a>n, Hadi>th Qudsi, dan Hadi>th Nabi Saw
Perlu diketahui, al-Qur’a>n adalah kalam Allah yang tidak ada satupun dari makhluk hidup ikut campur dalam kalam itu. Orang yang membaca al-Qur’a>n dan merenungi arti dari satu kalimat-kalimat lain akan menemukan keindahan, keagungan, dan hati akan tergugah bahwa al-Qur’a>n bukan ciptaan manusia. Jika memang al-Qur’a>n bukanlah perkataan Allah, maka tidak mustahil dalam al-Qur’a>n terdapat perbedaan. Allah berfirman (S.Q. An-Nisa’ : 82)
(أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً)
“Maka tidakkah mereka menghayati al-Qur’a>n? sekiranya al-Qur’a>n itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya”.[7]
Meski dewasa ini teknologi sangat canggih, terdapat perbedaan zaman, dan logika manusia sangat berkembang, namun tidak ada satupun dari ayat al-Qur’a>n yang bertentangan dengan kenyataan bahkan kebenaran al-Qur’a>n semakin nyata bagi para peneliti.
Mungkin selalu terbesit dalam hati kita sebagai cendikiawan Muslim tentang perbedaan antara al-Qur’a>n, Hadi>th Qudsi, dan Hadi>th Nabi saw. Dalam makalah ini penulis menyajikan sedikit tentang perbedaan antara al-Qur’a>n, Qudsi, dan Hadi>th Nabi. Namun, Sebelum masuk dalam pembahasan perbedaan antara al-Qur’a>n, Hadi>th Qudsi, dan Hadi>th Nabi saw, alangkah baiknya bila kita terlebih dahulu mengetahui satu-persatu dari definisi di atas, agar kita bisa membedakan dengan jelas.
Pertama  Definisi al-Qur’a>n. Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan bahasa Arab, sebagai mukjizat sekalipun dengan surat yang paling pendek, yang tertulis pada lembaran, yang sampai pada tangan kita dengan cara mutawatir, yang bacaannya bisa dijadikan ibadah, di awali dengan surat al-Fa>tih}ah, dan diakhiri dengan surat al-Nas. Keutamaan al-Qur’a>n yang paling agung adalah lafad dan maknanya langsung dari Allah, sampai pada tangan kita dengan cara mutawatir, bersifat Qat}’i akan ketetapannya, membacanya bisa dijadikan media ibadah, dan mempunyai I’ja>z.
Kedua hadi>th Qudsi. Setiap sesuatu yang diturunkan Allah pada Nabi Muhammad saw hanya sebatas maknanya saja dan pentabirannya dari Nabi saw. Hadi>th Qudsi harus disandarkan kepada Allah agar bisa menjadi pembeda antar hadi>th Qudsi dan hadi>th Nabi saw. Contoh periwayatan, hadi>th ini diriwayatkan Rasulullah dari Allah SWT. Adapun contoh hadi>th Qudsi seperti perkataan Abu Hurairah
(قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي)
“(Abu Hurairah) berkata ‘Rasulullah berkata’ ‘Allah berfirman’ ‘Aku tergantung para sangka hamba-Ku terhadap-Ku. Dan aku selalu bersamanya bila ia mengingat-Ku. Bila ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku pun akan mengingatnya.” (dikeluarkan oleh Bukhori 9/147 dan Muslim 8/62)
Ketiga  hadi>th Nabi. Setiap perkataan, perbuatan, atau pengakuan yang bersumber dari Nabi saw dan dinisbatkan kepada Nabi saw. Contoh hadi>th yang bersumber dari perkataan Nabi saw (RH. Muslim 3/1315)
(لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا)
“Andai Fatimah binti Muhammad telah mencuri, maka aku akan memotong tangannya”.
Contoh hadi>th dari perbuatan Nabi saw, seperti praktek s}alat, puasa, haji, zakat, dan lain-lain. Adapun hadi>th yang bersumber dari pengakuan Nabi adalah setiap sesuatu yang diketahui Nabi saw pada masa hidupnya dan Nabi diam tanpa menegurnya seperti pengakuan Nabi saw pada sahabat yang mengobati orang sakit dengan bacaan surat al-Fa>tih}ah.
Setelah kita mengetahui definisi satu-persatu dari al-Qur’a>n, hadi>th Qudsi, dan hadi>th Nabi saw beralihlah pembahasan pada perbedaan antara ketiga sumber agama Islam tersebut.
Perbedaan al-Qur’a>n dan Hadi>th Qudsi
1-      Al-Qur’a>n adalah wahyu dari Allah baik lafad ataupun maknanya dan Nabi saw tidak boleh ikut campur dalam penta’biran lafad al-Qur’a>n. Sedangkan hadi>th Qudsi Allah memberikan wahyu hanya sebatas maknanya saja dan lafadnya dari Nabi saw sendiri.
2-      Al-Qur’a>n merupakan wahyu Allah yang mengandung I’ja>z dan sayembara baik untuk manusia maupun jin dan al-Qur’a>n akan kekal hingga hari kiamat kelak. Beda halnya dengan hadi>th Qusdi yang sama sekali tidak mengandung I’ja>z dan sayembara untuk membuatnya.
3-      Keseluruhan ayat al-Qur’a>n bersifat mutawatir, pasti ketetapannya, tidak boleh meriwayatkan dengan menggunakan maknanya. Sedangkan hadi>th Qudsi tidak bersifat mutawatir, tidak pasti ketetapannya (karena dalam hadi>th Qudsi ada yang berperingkat A<h}ad, sah}ih}, dan d}aif, dan diperbolehkan meriwayatkan hadi>th Qudsi dengan menggunakan makna.
4-      Al-Qur’a>n selalu berada dalam penjagaan Allah sebagaimana firman Allah (S.Q. Al-H{ijr : 9)
(إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ)
 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’a>n, dan pasti Kami pula yang Memeliharanya”.[8]
Sedangkan hadi>th Qudsi terkadang lafadnya diganti sehingga periwayatannya menggunakan makna.
5-      Membaca al-Qur’a>n bisa dijadikan ritual ibadah, pendekatan diri pada Allah, salat tidak sah tanpa membaca surat dari al-Qur’a>n, dan tidak diperbolehkan bagi orang junub, haid, dan nifas memegangnya. Adapun hadi>th Qudsi tidak sedemikian.
6-      Al-Qur’a>n tidak bisa dinisbatkan kecuali pada Allah, karena tidak bisa diragukan bahwa al-Qur’a>n adalah firman Allah. Beda dengan hadi>th Qudsi dalam periwayatannya disandarkan pada Allah dan pada Rasul-Nya.
7-      Kufur adalah hukuman bagi orang yang mengingkari satu lafad atau ayat dari al-Qur’a>n. Beda halnya dengan hadi>th Qudsi yang mana pengingkarnya tidak sampai dihukumi kufur.
Perbedaan antara Hadi>th Qudsi dan Hadi>th Nabi
1-      Hadi>th Qudsi maknanya berasal dari Allah dan lafadny dari Nabi saw. Sedangkan hadi>th Nabi lafad dan maknanya dari Nabi saw. Dan terkadang makna hadi>th Nabi saw berasal dari Allah tapi lafadnya dari Nabi saw, hanya saja dalam periwayatannya tidak boleh disandarkan pada Allah agar tidak terjadi kesamaan antara hadi>th Qudsi dan hadi>th Nabi saw.[9]
2-      Cara penyampaian hadi>th Qudsi tidak jauh beda dengan penyampaian al-Qur’a>n. Beda halnya dengan hadi>th Nabi yang mana semuanya bersumber dari Nabi saw sendiri.
D.    Pembukuan dan Pembakuan Al-Qur’a>n
Kerap kali ditemukan dalam semua disiplin ilmu al-Qur’a>n baik klasik maupun kontemporer penjelasan tentang pembukuan kitab suci al-Qur’a>n, karena dengan pembahasan penulisan al-Qur’a>n inilah menjadi suplai kokohnya keyakinan umat Islam bahwa kitab sucinya selalu dijaga oleh Allah dan tidak akan tercemari virus penghancur firman Allah (S.Q. Al-H{ijr : 9)
(إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُون)
 “Sesungguhnya Kami-lah yang Menurunkan al-Qur’a>n, dan pasti Kami pula yang Memeliharanya.”[10]
            Fungsi mengetahui pembukuan al-Qur’a>n tidak terbatas hanya untuk mengetahui sejarah tertulisnya al-Qur’a>n dari masa kemasa, melainkan terdapat fungsi yang lebih penting lagi yaitu al-Difa’ ‘an al-Qur’a>n sebagaimana yang sering dilakukan orientalis dan orang-orang yang bercita-cita menghancurkan sandaran utama umat Islam. Mereka beranggapan bahwa al-Qur’a>n yang berada disaku umat Islam sekarang bukanlah al-Qur’a>n di zaman Nabi Muhammad terdahulu, namun itu adalah al-Qur’a>n karya Uthman bin Affan. Dan mereka beranggapan Uthman bin Affan telah mencemari al-Qur’a>n dengan logikanya.
Untuk mempersingkat pembahasan, langsung saja kita memusatkan pembahasan pada pembukuan al-Qur’a>n. Namun, sebelumnya kita harus mengetahui perbedaan antara penulisan dan pengumpulan, karena banyak kesalah fahaman saat mengartikan dua kata tersebut dalam diskeripsi masalah pembukuan al-Qur’a>n. Kata penulisan, hanya sebatas tertulis tanpa disertai adanya mengumpulan dalam satu buku. Penulisan al-Qur’a>n ini sudah terjadi semenjak masa Nabi Muhammad saw. Beda halnya dengan mengumpulan, yang mana al-Qur’a>n sudah tersusun rapi dalam satu buku. Oleh karena itu, tidak heran jika al-Baihaqi menjelaskan bahwa Jam’ al-Qur’a>n dimulai pada masa Abu Bakar dan Uthman bin Affan, bukan pada masa Rasul saw.[11] Di bawah ini adalah sedikit wacana tentang penulisan dan pembukuan al-Qur’a>n yang akan pemakalah awali dari era Rasul saw hingga masa sekarang.
a-    Penulisan al-Qur’a>n pada masa Nabi Muhammad saw
Perhatian penuh terhadap al-Qur’a>n yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dan para sabahatnya dimulai semenjak al-Qur’a>n diturunkan. Mereka berlomba-lomba menghafalkannya. Mereka tidak mengcukupkan diri hanya dengan sekedar menghafal, namun mereka juga menulisnya meski pada saat itu alat tulis menulis sangatlah terbatas.
Penulisan al-Qur’a>n merupakan perbuatan yang dilegalkan oleh Nabi Muhammad saw sebagaimana sabdah Rasul (RH. Ibnu Hibban dalam S{ahihnya)
(لَا تَكْتُبُوا عَنِّي شَيْئًا سِوَى الْقُرْآنِ وَمَنْ كَتَبَ شَيْئًا سِوَى الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ)
Janganlah kalian menulis dariku selain al-Qur’an. Dan barang siapa yang menulis sesuatu selain al-Qur’an, maka hapuslah.”
Hadi>th yang menunjukkan bahwa Rasul saw memerintahkan sebagian sahabat untuk menulis al-Qur’a>n ialah Riwayat dari Ibnu Abbas
(كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا نزلت عليه سورة ، دعا بعض من يكتب ، فقال :ضعوا هذه السورة في الموضع الذي يذكر فيه كذا وكذا)
“Jika telah diturunkan satu surat, Nabi memanggil sebagian sahabat untuk menuliskannya. Kemudian Nabi berkata ‘Letakkanlah surat ini pada posisi surat yang menjelaskan tentang begini, begini.” (RH. Tirmizi)
Nama-nama sahabat yang terkenal sebagai penulis al-Qur’a>n di hadapan Rasul saw adalah.
1)      Abu Bakar (wafat: 13 H)
2)      Umar bin Khat}ab (wafat: 23 H)
3)      Uthman bin ‘Affan (wafat: 25 H)
4)      Ali bin Abi T{alib (wafat: 40 H)
5)      Ubai bin Ka’ab (wafat: 30 H)
6)      Zaid bin Thabit (wafat: 45 H)
7)      Mu’awiyah bin Abi Safyan (wafat: 60 H)
8)      Khalid bin Walid (wafat: 21 H)
9)      Ubban bin Sa’id (wafat: 13 H)
10)   Thabit bin Qais (wafat: 12 H)
Penulisan al-Qur’a>n pada zaman Rasul saw menggunakan fasilitas seadanya, mereka menulis kalam-kalam suci pada kulit hewan atau dedaunan (al-Riqa>’), tulang unta atau kambing (al-Kat>af), pelapa kurma (al-‘Asb), lempengan bebatuan (al-Likhaf), dan lain-lain. sejarah penulisan dengan menggunakan fasilitas di atas berdasarkan perkataan Zaid bin Thabit.
(عن زيد بن ثابت قال كنا عند رسول الله نؤلف القرآن في الرقاع)
“Dari Zaid bin Thabit, ia berkata ‘Kami menulis al-Qur’a>n di hadapan Rasul saw dengan menggunakan kulit’.”
Dari hadi>th di atas menunjukkan bahwa penulisan al-Qur’a>n masih menggunakan fasilitas seadanya, bahkan kulit hewan menjadi sarana penulisan kalam Allah.
Meski penulisan al-Qur’a>n sudah berjalan mulus pada masa Rasul saw dan Rasul pun memiliki sekertaris dalam penulisan al-Qur’a>n sebagaimana nama-nama yang telah pemakalah tulis di atas, namun pada saat ini al-Qur’a>n masih belum tertuangkan dalam satu tulisan yang tersusun rapi dalam satu buku seperti al-Qur’a>n yang ada pada tangan kita sekarang. Sejarawan Islam pun juga menyatakan, sebelum Rasul saw meninggal dunia al-Qur’a>n telah tertulis semuanya, hanya saja belum terkumpul dalam satu mus{haf dan tidak berada dalam satu tempat, akan tetapi tulisan al-Qur’a>n masih terpisah-pisah pada sahabat yang menulis saja. Dan sahabat selalu melaporkan pada Rasul saw dari hafalan dan tulisannya pada Rasul saw.[12]
Terdapat beberapa alasan al-Qur’a>n pada waktu itu tidak terbukukan dan Rasul saw tidak memerintahkan para sahabat untuk mengumpulkannya dalam satu mus}haf di antara alasan-alasannya ialah:
1-      Konsentrasi para sahabat pada waktu itu terpusatkan pada hafalan al-Qur’a>n dan mereka berlomba-lomba menghafalkan al-Qur’a>n di luar kepala. Oleh karena itu, tidak heran bila pada saat itu banyak di antara sahabat yang hafal al-Qur’a>n.
2-      Pada saat wahyu di turunkan pada Nabi Muhammad saw sering terjadi menambahan atau kerap terjadi penghapusan sebagian ayat al-Qur’a>n (Na>sikh). Bila al-Qur’a>n telah dibukukan dalam satu mus}haf sedangkan posisi ayat al-Qur’a>n masih ada kemungkinan untuk disalin, maka al-Qur’a>n harus selalu diperbarui setiap saat. Oleh karena itu, pengumpulan al-Qur’a>n terjadi setelah semua ayat-ayat al-Qur’a>n di turunkan (setelah wafatnya Nabi Muhammad saw).[13]
b-   Penulisan dan Jam’ al-Qur’a>n Pertama (masa Abu Bakar)
Sebagaimana yang telah kita ketahui di atas, al-Qur’a>n belum terbukukan dalam satu mus}haf hingga wafatnya Rasul saw dengan alasan-alasan yang telah lewat. Setelah wafatnya Rasul saw Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pada tahun 11 Hijriah. Saat pemerintahan Abu Bakar sering terjadi fenomena yang membuat resah umat Islam di antaranya banyaknya umat orang murtad dan banyak golongan yang tidak mau mengeluarkan zakat. Melihat kondisi seperti ini, Abu Bakar tidak hanya diam melainkan ia mengatur strategi untuk memerangi orang-orang murtad agar bisa kembali pada agama Islam.
Usai menangani orang-orang murtad pada tahun 11 Hijriah, terjadilah peperangan yang lebih membuat resah umat Islam yaitu peperangan Yamamah yang terjadi pada permulaan tahun 12 Hijriah. Pada peperangan itu, agama Islam mengalami kerugian teramat besar, karena banyak dari orang Islam meinggal dunia dan banyak dari kalangan sahabat yang hafal al-Qur’a>n gugur di medan perang. Bila dikalkulasi 70 h}uffa>z} yang gugur pada peperangan tersebut.
Setelah mendengarkan kabar akan banyaknya h}uffa>z} gugur di medan perang, Umar bin Khat}ab melapor pada Abu Bakar dan ia memberi usulan agar membukukan al-Qur’a>n dalam satu mus}h}af mengikuti susunan ayat dan surat. Usulan Umar bin Khat}ab bukan tanpa alasan, melainkan ia berfikir lebih maju. Ia takut al-Qur’a>n lenyap dari muka bumi sebab banyaknya h}uffa>z} yang meninggal dunia. Akan tetapi usulan Umar perihal Jam’ al-Qur’a>n, ditolak oleh Abu Bakar dengan alasan pengumpulan al-Qur’a>n dalam satu mus}h}af belum pernah dilakukkan oleh Rasul saw pada masa hidupnya. Umar tidak putus asa merayu Abu Bakar untuk mengumpulkan al-Qur’a>n dalam satu mus}h}af, ia mengulang-ulang alasannya dalam pembukuan hingga pada akhirnya hati Abu Bakar terbuka dan menyetujui argumen Umar. Lantas Abu Bakar memerintah Zaid bin Thabit agar mengumpulkan al-Qur’a>n.
Sekilas kisah di atas mencocoki riwayat dari Zaid bin Thabit
(حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ السَّبَّاقِ أَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ مَقْتَلَ أَهْلِ الْيَمَامَةِ فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عِنْدَهُ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنَّ عُمَرَ أَتَانِي فَقَالَ إِنَّ الْقَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ يَوْمَ الْيَمَامَةِ بِقُرَّاءِ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَسْتَحِرَّ الْقَتْلُ بِالْقُرَّاءِ بِالْمَوَاطِنِ فَيَذْهَبَ كَثِيرٌ مِنْ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَأْمُرَ بِجَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ لِعُمَرَ كَيْفَ تَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُمَرُ هَذَا وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِذَلِكَ وَرَأَيْتُ فِي ذَلِكَ الَّذِي رَأَى عُمَرُ قَالَ زَيْدٌ قَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لَا نَتَّهِمُكَ وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَتَبَّعْ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ فَوَاللَّهِ لَوْ كَلَّفُونِي نَقْلَ جَبَلٍ مِنْ الْجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ كَيْفَ تَفْعَلُونَ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ أَبُو بَكْرٍ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِلَّذِي شَرَحَ لَهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَتَتَبَّعْتُ الْقُرْآنَ أَجْمَعُهُ مِنْ الْعُسُبِ وَاللِّخَافِ وَصُدُورِ الرِّجَالِ حَتَّى وَجَدْتُ آخِرَ سُورَةِ التَّوْبَةِ مَعَ أَبِي خُزَيْمَةَ الْأَنْصَارِيِّ لَمْ أَجِدْهَا مَعَ أَحَدٍ غَيْرِهِ { لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ } حَتَّى خَاتِمَةِ بَرَاءَةَ فَكَانَتْ الصُّحُفُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ عِنْدَ عُمَرَ حَيَاتَهُ ثُمَّ عِنْدَ حَفْصَةَ بِنْتِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ)  (صحيح البخارى 6/183)
Alasan Abu Bakar Memilih Zaid bin Thabit
Mungkin akan timbul dalam benak pikiran pembaca sebuah pertanyaan “Kenapa Abu Bakar memilih Zaid bin Thabit dalam menulis dan mengumpulkan al-Qur’a>n?” pertanyaan di samping sangat mudah terjawab bila kita mengetahui riwayat hidup sosok Zaid bin Thabit. Di bawah ini adalah sekilas sejarah hidup Zaid bin Thabit.
Ia bernama Zaid bin Thabit bin D{ah{a>k bin Laudha>n bin ‘Amr bin ‘Abdul ‘Auf bin Ghanam bin Ma>lik bin al-Najja>r al-Ans}ari. Ia pemuda yang sangat cerda, mampu menguasai bahasa Suryani dalam jangka waktu 17 hari, hafal al-Qur’a>n luar kepala semasa hidupnya Rasul saw, penulis wahyu Rasul saw, dikenal sebagia sosok yang terpercaya dan dipercaya, terjaga, sahabat yang alim dalam bidang agama, mahir dalam berfatwa, membaca, dan faraid}. Ia dipercaya sebagai mahkamah agung di Madinah.[14] Ia wafat pada tahun 45 Hijriah. Ibnu Abbas berkata saat mengenai wafatnya Zaid bin Thabit “Telah tiada tinta umat Muhammad saw dan semoga Ibnu Abbas menjadi penggantinya.”[15]
terdapat beberapa alasan dalam pemilihan Zaid sebagai penulis dan pengumpulan al-Qur’a>n. Selain itu, Hasan bin Thabit juga membuat ratha’ (shair rintian hati) tentang kematinan Zaid bin Thabit dengan shairnya yang berbunyi
(فمن للقوافي بعد حسان وابنه * ومن للمثاني بعد زيد بن ثابت)
“Siapa yang akan membuat shair setelah meninggalnya Hasan dan anaknya? * dan siapa yang akan menjelaskan al-Qur’a>n setelah meninggalnya Zaid bin Thabit?.”[16]
Dari sekilas sejarah Zaid bin Thabit di atas bisa di tarik sebuah kesimpulan alasan Abu Bakar memilih Zaid bin Thabit dalam penulisan dan pengumpulan al-Qur’a>n sebagimana berikut:[17]
1-      Zaid bin Thabit adalah penulis wahya Rasul, ia berkata “Ketia wahyu di turunkan Nabi mengkabariku, lantas aku menulisnya.” (RH. Al-T{abari)
2-      Zaid adalah salah satu dari sahabat yang mengetahi terakhir wahyu di turunkan.
3-      Ia adalah orang yang paling pandai, cerdas, dan paling bagus bacaannya. Sebagaimana kabar dari Sulaiman bin Yasar, ia berkata “Umar dan Uthman tidak akan bertanya pada seorang pun dalam masalah faraid}, fatwa, bacaan al-Qur’a>n, kecuali pada Zaid bin Thabit.”
4-      Ia adalah seorang pemuda yang wara’, zuhud, dan betakwa.
5-      Salah satu sahabat yang mendampingi Rasul saw dalam jangka waktu panjang.
Langkah-langkah Zaid bin Thabit dalam pembukuan al-Qur’a>n
Pembukuan al-Qur’a>n bukanlah hal mudah dikerjakan, oleh karena itu, Zaid bin Thabit berkata saat diperintah Abu Bakar untuk membukukan al-Qur’a>n “Lebih sulit memindahkan gunung dari pada membukukan al-Qur’a>n”. Hiperbol dari perkataan Zaid ini mengindikasikan bahwa pembukuan al-Qur’a>n bukanlah hal mudah dikerjakan. Dalam pembukuan al-Qur’a>n Zaid bin Thabit memiliki langkah-langkah demi menjaga keapsahan al-Qur’a>n. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembukuan al-Qur’a>n ada dua:
1-      Setiapa ayat al-Qur’a>n yang ditulis di hadapan Rasul saw yang disertai oleh dua saksi mata adil yang menyaksikan bahwa ia benar-benar menulisnya di hadapan Rasul saw. Sebagaimana riwayat yang dikeluarkan dari Ibnu Abi Dawud dari jalur Yahya bin Abdurrahman bin H{at}ib, ia berkata “Umar berdiri dan berkata ‘Barang siapa yang pernah mengdengarkan ayat-ayat al-Qur’a>n dari Rasul saw, maka bawahlah kehadapanku’ para sahabat pun datang dengan membawa ayat-ayat al-Qur’a>n yang tertulis pada pelapa kurma dan lembaran-lembaran. Namun tulisan mereka tidak akan diterima apabila tidak disaksiakan oleh dua saksi yang adil.”[18]
Di keluarkan dari Ibnu Ashtah dari Laith bin sa’d, ia berkata “Pertama kali pengumpul al-Qur’a>n adalah Abu Bakar, para sahabat berbondong-bondong mendatangi Zaid bin Thabit, namun Zaid bin Thabit tidak menulis satu ayat pun hingga didasari oleh dua saksi adil. Dan sesungguhnya akhir dari surat al-Bara>’ah tidak ditemukan kecuali dari Khuzaimah bin Thabit al-Ans}ari, lantas Abu Bakar  berkata ‘Tulislah, karena Rasul saw membenarkan penyaksiannya berdasarkan dua laki-laki sebagai saksi’. Dan Umar bin Khat}ab juga pernah membaya ayat tentang Rajm, namun tidak ditulis, karena hanya Umar yang mengetahui ayat itu.”[19]
2-      Berdasarkan pada sahabat yang menghafal al-Qur’a>n di luar kepala dan benar-benar diyakini bahwa dirinya menghafal al-Qur’a>n.
Inilah langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan al-Qur’a>n. Sangat berhati-hati dan antusias dalam penulisannya. Marik kita banyangkan, ayat Rajm yang dibawah oleh Umar bin Khat}ab tidak diterima dan tidak dicantumkan dalam al-Qur’a>n sebab tiada saksi yang pernah mendengarkan ayat itu. Apakah setelah kita mengetahui langkah-langkah pengumpulan al-Qur’a>n yang ditempuh oleh Zaid bin Thabit kita akan beranggapan bahwa al-Qur’a>n adalah karya Zaid bin Thabit sebagaiaman yang ditegaskan oleh orang-orang orientalis yang menginkari keapsahan al-Qur’a>n?.
Respon Sahabat Terhadap Mus}h}af Abu Bakar
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’a>n yang terbungkus dalam dua sampul bisa dikatakan hal baru sebab Rasul saw tidak pernah melakukannya. Pemakalah berkata demikian, setelah mengkaji lebih dalam dari diskusi yang terjadi antara Umar bin Khat}ab dan Abu Bakar. Abu Bakara berkata setelah mendengarkan instruksi Umar untuk mengumpulkan al-Qur’a>n “Bagaimana kau lakukannya, sendangkan Rasul saw tidak pernah melakukan hal itu?” Dari sini, akan muncul sebuah pertanyaan “Bagaimanakah respon para sahabat terhadap mus}haf buatan Abu Bakar?”
Positif, itulah respon dari para sahabat. Mereka mendukung dan setuju dengan pengumpulan al-Qur’a>n yang dilakukan oleh Abu Bakar. Hal ini berdasarkan beberapa fakta di antaranya adalah:
1-      Tidak ditemukan dalam sejarah Islam atau pembukuan al-Qur’a>n satu pun dari sahabat yang tidak setuju dengan langkah yang diambil oleh Abu Bakar.
2-      Ali bin Abi T{alib berkata perihal pengumpulan al-Qur’a>n yang dilakukan Abu Bakar
(أعظم الناس فى المصاحف أجرا أبو بكر إن أبا بكر أول من جمع كتاب الله)
 “Paling besarnya pahala manusia dalam pengumpulan al-Qur’a>n adalah Abu Bakar, karena Abu Bakar orang pertama dalam pengumpulan kita Allah.” (RH. Ibu Abi Dawud, al-Mas}a>h}if, 9/12)
3-      Umar bin Khat}ab orang yang mempunyai gagasan, Zaid bin Thabit adalah orang yang merealisasikan (keduanya merupakan sahabat yang agung) dan pertimbangan dalam pengumpulan dengan cara ijma’ para sahabat.
4-      Saat proses pengumpulan al-Qur’a>n, para sahabat mendatangi Zaid bin Thabit dengna sendirinya dan menyetorkan tulisan ayat-ayat al-Qur’a>n dengan senang hati.
Semua ini mengidikasikan bahwa tidak ada satu sahabat pun yang mengikari atau tidak setuju dengan keputusan Abu Bakar dalam pengumpulan al-Qur’a>n yang telah digagas oleh Umar. Jika di banyangkan, mana mungkin kita bisa memegang al-Qur’a>n bila Abu Bakar tidak mengamini ideologi Umar? Oleh kerana itu, tidak berlebihan jika Ali bin Abi T{alib berkata bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling besar pahalanya dalam pengumpulan al-Qur’a>n.
Kemanakah Mus}haf Abu Bakar?
Al-Qur’a>n sukses terbukukan dalam kurun waktu satu tahun yang dimulai pada peperangan Yamamah pada akhir dari tahun ke 11 Hijriah atau awal tahun ke 12 Hijriah dan berakhir pada permulaan tahun ke 13 Hijriah. Usai al-Qur’a>n terbukukan dengan rapi, tulisan itu dipegang oleh Abu Bakar hingga ia meninggal dunia pada  bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah.[20] Setalah Abu Bakar meninggal dunia, Umar bin Khat}ab lah yang menjaga tulisan al-Qur’a>n yang telah terbukukan itu. H{afs}ah biti Umar pengang al-Qur’a>n urut ketiga setalah Abu Bakar dan Umar meninggal dunia.
Tulisan al-Qur’a>n tetap berada dipanggkuannya hingga berdirinya dinasti Umayyah pada tahun 41 Hijriah. Saat khalifah Marwan bin Hakam bin Abi al-‘A<s} (wafat tahun 65 H) menjabat sebagai presiden, ia meninta al-Qur’an Abu Bakar yang ada ditangan H{afs}ah, namun H{afs}ah menolaknya. Al-Qur’a>n Abu Bakar diperoleh Marwan bin Hakam sepeninggal H{afs}ah pada tahun 45 Hijriah. Pada saat itu, ia berta’ziah dan meminta al-Qur’a>n Abu Bakar pada adiknya H{afs}ah yang bernama Abdullah bin Umar. Abdullah pun memberikannya, kemudian al-Qur’a>n Abu Bakar tersebut dibakar oleh Marwan. Ia berkara saat pembakaran al-Qur’a>n Abu Bakar “Aku membakar al-Qur’a>n ini, karena aku takut bila al-Qur’a>n ini tetap ada suatu saat umat Islam akan ragu-ragu akan keafsahan al-Qur’a>n.” Namun yang perlu kita ketahui, al-Qur’a>n Abu Bakar dibakar setelah pengumpulan al-Qur’a>n kedua kalinya yaitu pada masa Uthman bin Affan, karena al-Qur’a>n Abu Bakar menjadi salah satu pijakan dalam pengumpulan al-Qur’a>n di masa Uthman.[21]
Keistimewaan Mus}haf Abu Bakar
Terdapat beberapa keistimewaan dalam mus}haf Abu Bakar, di antara keistimewaan itu adalah:[22]
1-      Mus}haf Abu Bakar hanya mencantumkan ayat-ayat al-Qur’a>n yang tidak di Mansu>kh.
2-      Disepakati oleh semua umat Islam pada saat itu.
3-      Mus}hafnya mencantumkan Qira>’ah Sab’ah.
4-      Penulisannya mengikuti kaidah-kaidah yang telah dibakukan pada saat itu, telit, dan berhati-hati dalam penulisan.
c-    Penulisan dan Jam’ al-Qur’a>n Kedua (khalifah Uthman bin Affan)
(عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« أَقْرَأَنِى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَلَى حَرْفٍ ، فَرَاجَعْتُهُ فَلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيدُهُ وَيَزِيدُنِى حَتَّى انْتَهَى إِلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ)
“Dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw. Beliau berkata ‘Jibril as membacakan padaku (al-Qur’a>n) atas satu huruf, kemudia aku meminta agar menambahi dan Jibril pun menambahinya hingga tujuh huruf.” (RH. Bukhari, 3/1177)
Turunnya al-Qur’a>n dengan menggunakan tujuh huruf merupakan sesuatu yang tidak asing bagi umat Islam, karena al-Qur’a>n bisa dibaca dengan tujuh huruf telah cercatat dalam hadi>th s}ah{ih{ yang mutawa>tir. Sejarah mencatat, bahwa Rasul saw membacakan al-Qur’a>n pada para sahabat dengan tujuh bacaan, namun tidak semua sahabat serempak mahir dalam tujuh bacaan tersebut. Di antara mereka ada yang hanya bisa membaca dengna satu bacaan, ada juga yang dua bacaan, dan ada pula yang lebih dari itu. Dengan beranjaknya waktu kekuasaan Islam melebar dan para sahabat pun menyebar kebelahan negara yang telah ditakkukan, mereka menyebarkan dakwah-dakwah Islam sebagaiaman yang telah ia pelajari saat bersama Rasul saw. Mereka juga mengajarkan bacaan al-Qur’a>n pada semua umat Islam, namun seperti yang telah kita ketahui di atas tidak semua sahabat menguasai tujuh bacaan, melainkan mereka mengajarkan bacaan yang mereka kuasai saja.
Pada awalnya, al-Qur’a>n di turunkan dengan tujuh huruf agar bisa mempermudah umat Islam dalam membaca al-Qur’a>n, akan tetapi dengan bergesernya waktu dan semakin banyaknya orang-orang non Islam masuk dalam agama Islam serta minimnya pengetahuan dalam bacaan al-Qur’a>n menjadi sebab pengunggulan dan kefasehan dalam bacaan. Lebih parah dari itu, mereka beranggapan bacaannya paling benar dan bacaan orang lain salah. Hal ini terjadi saat mereka berkumpul dalam medan perang. Inilah yang menjadi salah satu sebab Uthman bin Affan mengambil keputusan untuk membukukan al-Qur’a>n dan menghapus semua al-Qur’a>n yang beredar di setiap negara.
Tercantum dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan Bukhari dari Anas
(أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ أَنَّ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ قَدِمَ عَلَى عُثْمَانَ وَكَانَ يُغَازِي أَهْلَ الشَّأْمِ فِي فَتْحِ إِرْمِينِيَةَ وَأَذْرَبِيجَانَ مَعَ أَهْلِ الْعِرَاقِ فَأَفْزَعَ حُذَيْفَةَ اخْتِلَافُهُمْ فِي الْقِرَاءَةِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ لِعُثْمَانَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَدْرِكْ هَذِهِ الْأُمَّةَ قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوا فِي الْكِتَابِ اخْتِلَافَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى فَأَرْسَلَ عُثْمَانُ إِلَى حَفْصَةَ أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي الْمَصَاحِفِ ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَسَخُوهَا فِي الْمَصَاحِفِ وَقَالَ عُثْمَانُ لِلرَّهْطِ الْقُرَشِيِّينَ الثَّلَاثَةِ إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنْ الْقُرْآنِ فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى إِذَا نَسَخُوا الصُّحُفَ فِي الْمَصَاحِفِ رَدَّ عُثْمَانُ الصُّحُفَ إِلَى حَفْصَةَ وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ بِمُصْحَفٍ مِمَّا نَسَخُوا وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنْ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ صَحِيفَةٍ أَوْ مُصْحَفٍ أَنْ يُحْرَقَ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي خَارِجَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ سَمِعَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ قَالَ فَقَدْتُ آيَةً مِنْ الْأَحْزَابِ حِينَ نَسَخْنَا الْمُصْحَفَ قَدْ كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِهَا فَالْتَمَسْنَاهَا فَوَجَدْنَاهَا مَعَ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ { مِنْ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ } فَأَلْحَقْنَاهَا فِي سُورَتِهَا فِي الْمُصْحَف) (صحيح البخارى 6/183)
Riwayat di atas mengkisahkan terjadinya perbedaan bacaan yang terjadi pada umat Islam saat memerangi orang Sham dalam penaklukan Armeniah dan Adhribijan, membuat H{udaifah resah dan langsung melaporkan pada Uthman khalifah pada saat itu untuk membukukan al-Qur’a>n dengan tujuan agar umat Islam tidak seperti umat Yahudi dan Nas}rani yang selalu berbeda pendapat dalam masalah kitabnya. Tanpa berfikir panjang, Uthman mengaimini pendapatnya dan ia langsung bermushawarah dengan pembesar sahabat dalam masalah penulisan al-Qur’a>n kedua kalinya. Setelah para pembesar sahabat setuju, tanpa ia memerintah Zaid bin Thabit (wafat. 45 H), Abdullah bin Zubair (wafat. 73 H), Sa’id bin ‘A<s} (wafat. 58 H), dan Abdurrahman bin al-H{arith bin Hisha>n (wafat. 43 H) untuk menulis ulang al-Qur’a>n dengan menggunakan pijakan al-Qur’a>n Abu Bakar yang ada ditangan H{afs}ah. Setelah al-Qur’a>n Uthman siap diterbitkan, al-Qur’a>n Abu Bakar dikembalikan pada H{afs}ah. Al-Qur’a>n Uthman pun disebarkan keseluruh penjuru dan membakar semua al-Qur’a>n yang selain tulisan Uthman.
Pijakan Dalam Penulisan al-Qur’a>n Uthmani
Penulisan dan pengumpulan al-Qur’a>n bukanlah hal mudah untuk dilakukkan, akan tetapi membutuhkan tenaga, pikiran, dan waktu yang sangat lama demi keapsahan dan kefaliditasan al-Qur’a>n. Oleh karen itu, penulisan al-Qur’a>n Uthmani mempunyai pijakan-pijakan dasar, agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisannya. Di bawah ini adalah pijakan dalam penulisan al-Qur’a>n Uthmani:
1-      Menjadikan al-Qur’a>n yang telah ditulis oleh Abu Bakar sebagai referensi utama dalam penulisan al-Qur’a>n Uthmani. Sebagaiman yang tertera dalam riwayat di atas bahwa Uthman mengirim surat pada H{afs}an yang berisi “Kirimkan mus}h}af yang ada ditanganmu agar kami bisa menghapusnya, kemudian mus}h}af itu akan kami kembalikan lagi padamu.”
2-      Bahasa Quraish sebagai pedoman penulisannya. Seperti yang dikatakan oleh Uthman “Jika kalin bertiga dan Zaid bin Thabit berbeda pendapat dalam penulisan al-Qur’a>n, maka tulislah dengan menggunakan bahasa Quraish, karena al-Qur’a>n di turunkan dengan menggunakan bahasa orang Quraish. Meskipun Uthman memerintahkan para penulis al-Qur’a>n merujuk pada bahasa Quraish saat terjadi perbedaan, namun sejarah tidak pernah menemukan perbedaan yang terjadi pada mereka kecuail hanya satu ayat yaitu lafad التابوت   dalam firman Allah (S.Q. Al-Baqa>rah: 248)
(إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوت)
Zaid berpendapat lafad di atas ditulis dengan menggunkan huruf Ha>’ (التابوه), akan tetapi ketiga orang Quraish (Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘A<s}, dan Abdurrahman bin al-H{arith bin Hisha>n)menyatakan ditulis dengan menggunkana huruf Ta’(التابوت) . Masalah tidak langsung kelar, hingga mereka melaporkan pada Uthman dan Uthaman memerintahkan mereka agar menulis al-Qur’a>n dengan menggunakan bahasa Quraish.[23]
3-      Para penulis al-Qur’a>n tidak akan menulis satu ayat pun dari dari al-Qur’a>n kecuali setelah menempuh proses pemaparan pada para penbesar sahabat, semua menyaksikan bahwa ayat itu memang benar-benar ayat al-Qur’a>n, dan belum dihapus bacaannya. Dari sini, bisa dipetik sebuah kesimpuan bahwa al-Qur’a>n Uthmani tidak mencamtumkan ayat al-Qur’a>n yang telah dihapus bacaannya dan tidak pula mencantumkan ayat yang segi periwayatannya A<h}ad.
Jumalah Mus}h}af Uthmani
Pakar sejarah Islam masih berbeda pendapat mengenai hitungan jumlah al-Qur’a>n Uthmani. Di antara mereka ada yang mengatakan jumlahnya 6 yang dikirim ketempat berbeda-beda. Ada yang dikirim ke Makkah, Bas}rah, Ku>fah, Sha>m, Madinah, dan satu dipegang Uthman sendiri. Sejarawan lain mengatan jumlahnya ada 8 dan disebar kesemua tempat yang disebut di atas dan di negara Yaman, dan Hahrain.[24]
Ada pula yang mengatakan al-Qur’a>n Uthmani berjumlah 7 yang tersebar keseluruh negara yang telah disebut di atas dan mentiadakan al-Qur’a>n yang dipegang Uthman. Dan ulama lain beranggapan jumlahnya ada 4 yang dikirim ke Iraq, Sha>m, Mesir, dan dipegang Uthman.[25]
Di antara sekian banyak pendapat sejarawan mengenai jumlah al-Qur’a>n yang disebarkan Uthman, pemakalah lebih condong pada pendapat yang mengatakan jumlahnya ada 6. Hal ini berdasarkan orang-orang yang diutus Uthman agar menyebarkan bacaan keseluruh penjuru. Bila dilihat dari cara penyebaran al-Qur’an Uthmani, maka kita akan mengetahui bahwa Uthman bin Affan mengengutus para sahabat yang adil agar mengajarkan bacaan al-Qur’a>n Uthmani dan utusan itu yang berposisi sebagai imam bacaan. Di bawah ini nama-nama sahabat yang diutus Uthman dalam penyebaran bacaan al-Qur’a>n.
1-      Zaid bin Thabit (wafat. 45 H) diutus ke Madinah.
2-      Abdullah bin Sa>ib (wafat. 70 H) diutus ke Makkah.
3-      Al-Mughi>rah bin Shiha>b (wafat. 91 H) diutus ke Sha>m.
4-      Aba Abdurrahman al-Salimi (wafat. 73 H) diutus ke Kufah.
5-      ‘A<mir bin Qais diutus ke Bas}rah.
Respon Sahabat Terhadap Mus}h}af Uthmani
Sebagaimana yang telah kita ketahui di atas, pengumpulan dan penulisan ulang al-Qur’a>n yang dilakukan oleh Uthman bukanlah keputusan pribadi, melainkan ia terlebih dahulu bermushawarah serta menggumpulkan para pembesar sahabat. Langkah yang ditempuh Uthman dalam pembukuan al-Qur’a>n ini mencocoki pada firman Allah (S.Q. Ali Imran. 159)
(وَشاوِرْهُمْ فِي الْأَمْر)
“Dan mushawarahalah dengan mereka dalam urusan itu.”[26]
Dari sini, bisa kita tarik kesimpulan bahwa Uthman adalah pengaplikasi kesepakatan para sahabat bukan keputusan pribadi Uthman. Jika para sahabat telah sepakat untuk membukukkan al-Qur’a>n, maka bisa difonis para sahabat rid}a, mendukung, dan menerima gagasan pembukuan al-Qur’a>n.
Ali bin Abi T{alib pernah berkata soal pembukuan al-Qur’a>n yang terjadi pada masa Uthman bin Affan “Kalian jangan berkata pada Uthaman kecuali dengan perkataan baik, sungguh demi Allah, sesuatu yang dikerjakan Uthman perihal mus}h}af  tiada lain hanya demi kebaikan kita.”
Dari uraian keterangn di atas, mungkin pembaca akan bertanya “Bagaimana dengan pandangan umat Islam lainnya? Apakah mereka juga setuju? Sebab yang dijelaskan di atas hanya kesepakatan pembesar sahabat.”
Umat Islam dari seluruh iklim dan penjuru, setuju, mendukung, dan rid}a dengan pembukuan al-Qur’a>n pada masa Uthman, karena mereka meninjau bukan Uthman seorang diri dalam pembukuan ini, namun melalui perentaraan kesepakatan sahabat Nabi saw. Hal ini mencocoki dengan hadi>th Rasul saw.
 (عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذ) (رواه داود)[27]
(أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم) (رواه مسلم)
Kedua hadi>th di atas merupakan sebuah instruksi agar semua umat Islam menganut para sahabat Nabi saw, karena mereka adalah pewaris Nabi. Dan mereka bagaikan bintang yang selalu menyinari langkah-langkah orang yang mengikutinya. Oleh karena itu, mereka menerima, rid}a, menjadikannya sebagai satu-satunya sandaran, petunjuk jalan yang benara, dan mereka membaca al-Qur’a>n Uthmani itu sendiri.
Keistimewaan Mus}h}af Uthmani
Al-Qur’a>n Uthmani memiliki keistimewaan atau keunggulan tersendiri. Adapun keunggulan atau keistimewaan dalam al-Qur’a>n Uthmani ialah:[28]
1-      Hanya menulis ayat-ayat al-Qur’a>n yang dinuqil secara mutawatir, yang belum dihapus bacaannya, dan menolak ayat-ayat yang bersifatan A<had.
2-      Meruntutkan ayat dan surat seperti al-Qur’a>n yang ada ditangan kita sekarang. Ini merupakan keistimewaan yang dimiliki oleh mus}h}af Uthmani, karena mus}h}af Abu Bakar hanya meruntutkan ayatnya saja.
3-      Dalam penulisannya mencapuk semua bacaan al-Qur’a>n yang telah diturunkan pada Rasulullah saw (7 huruf).
4-      Hanya mencantumkan ayat-ayat al-Qur’a>n dan menghapus setiap sesuatu yang bukan al-Qur’a>n seperti al-Qur’a>n yang ditulis oleh sahabat-sahabat lain.
E.    Otentitas Al-Qur’a>n
Tidak bosan-bosanya orang non Islam berusaha untuk menghancurkan umat Islam, mulai dari moral hinggal dasar-dasar agama Islam. Mungkin ungkapan ini sudah tidak asing bagi para cendikiawan Islam, karena al-Qur’a>n telah membakukan sifat yang dimiliki oleh mereka firman Allah (S.Q. Al-Baqarah. 120)
(وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ)
Mari kita flashback, semenjak al-Qur’a>n diturankan pada Nabi Muhammad saw, pada saat itu pula al-Qur’a>n selalu ditentang oleh orang-orang kafir Quraish. Mereka beranggapan al-Qur’a>n adalah sihir, Muhammad saw orang gila, dan lain sebagainya.
Demikian pula pada masa-masa yang kita injak sekarang, orang-orang orientalis mempunyai cita-cita untuk menghancurkan al-Qur’a>n dengan cara memasukkan pemikiran logis agar umat Islam tidak percaya pada kitab sucinya sendiri. Mereka berkata al-Qur’a>n bukan firman Allah, al-Qur’a>n yang ada pada tangan umat Islam bukanlah al-Qur’a>n yang diturunkan pada Nabi Muhammad saw, al-Qur’a>n karya tangan Uthman bin Affan, al-Qur’a>n sampai pada tangan umat Islam bukan dengan cara yang mutawatir, dan lain sebagainya. Di bawah ini adalah sedikit keterangan tentang anggapan orientalis mengenai al-Qur’a>n dan jawaban atas ideologi mereka.
1-      Orientalis beranggapan dalam penulisan dan pengumpulan al-Qur’a>n banyak ayat-ayat yang tidak tercantumkan. Ini mengindikasikan bahwa al-Qur’a>n yang ada sekarang tidak sama dengan al-Qur’a>n di zaman Nabi Muhammad saw. Orientalis berkatan demikian, sebab pada peperangan Yamamah yang terjadi pada masa Abu Bakar telah membunuh semua sahabat yang hafal al-Qur’a>n. Selain itu, al-Qur’a>n yang telah dibukukan pada masa Abu Bakar berdasarkan tulisan yang tercatat pada pelapa kurma, lempengan batu, dan lain-lain. Hal ini, tidak menafikan akan hilangnya ayat-ayat al-Qur’a>n, karena tulisan seperti itu tidak tersusun rapi (dari ayat ke ayat yang lain) dan tidak disatukan.
Untuk menjawab pemikiran orientalis mengenai keabsahan al-Qur’a>n setelah mudah dan tidak membutuhkan waktu lama dalam menjawabnya. Mereka berkata bahwa al-Qur’a>n yang dibukukan pada masa Abu Bakar pasti ada pengurangan, karena semua sahabat yang hafal al-Qur’a>n telah gugur pada peperangan Yamamah. Bila diteliti lagi, ternyata tidak semua sahabat meninggal dunia saat perang Yamamah, akan tetapi hanya sebagian saja, bahkan bisa dikatakan hanya sedikit, karena dalam sejarah mencatat bahwa khulafa>’ al-Ra>shidin, Zaid bin Thabit, dan lain-lainya termasuk dari sahabat yang hafal al-Qur’a>n. Selain itu, alasan Umar ketika bermushawarah dengan Abu Bakar dalam pengumpulan al-Qur’a>n tiada lain agar al-Qur’a>n tidak lenyap sebab meninggalnya orang-orang hafal al-Qur’a>n di setiap lokasi. Dari sini sudah mengindikasikan, tidak semua sahabat penghafal al-Qur’a>n gugur di medan perang.
Bila mereka beranggapan terdapat ayat-ayat al-Qur’a>n yang hilang sebab al-Qur’a>n tertuliskan pada pelapa kurma, tulang, dan lain-lain dan tulisan itu sudah bisa dipastikan tidak tersusun rapi. Maka kita bisa menjawab melalui hadi>th Rasul saw “Jika telah turun wahya, maka Nabi saw akan berkata letakkan ayat ini pada surat yang ini, yang menjelaskan tentang ini, ini, ini.” Dari hadi>th ini kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa runtutan ayat sudah ditetapkan pada masa Rasul dan bukanlah alasan penulisan dengan menggunakan fasilitas yang ada menjadi unsur tidak tertibnya ayat al-Qur’a>n yang menyebabkan hilangnya ayat-ayat darinya.
2-      Bagaimana bisa al-Qur’a>n dikatakan sebagai firman Allah yang sampai pada tangan kita dengan cara mutawatir, sedangkan di antara ayat-ayat al-Qur’a>n itu sendiri masih bersifat sementara bahkan bisa dikatakan salah, karena akhir dari surat al-Bara>ah dan al-Ah{zab diambil dari perkataan Khuzaimah dan Zaid bin Thabit tidak menemukan dari orang lain?
Jawaban: pengambilan ayat al-Qur’a>n dari Khuzaimah di atas sama sekali tidak menafikan kemutawatiran al-Qur’a>n, karena dalam penulisan al-Qur’a>n pada saat itu yang menjadi sandaran utama adalah hafalan dan tulisan yang bertujuan untuk lebih memperkuat validitas al-Qur’a>n sedangkan tulisan al-Qur’a>n harus benar-benar ditulis di hadapan Rasul saw. Adapun perkataan Zaid “Aku tidak menemukannya” itu memiliki arti “Aku tidak menemukannya tertulis di hadapan Rasul” meski demikian, ayat tersebut ada dalam memori Zaid bin Thabit dan sahabat lainya. Hal semacam ini masih tetap dikatagorikan sebagai mutawatir dalam hafalan bukan dalam tulisan.[29]
Jawaban ini berdasarkan perkataan Zaid sendiri saat pengumpulan al-Qur’a>n di masa Uthman bin Affan, ia berkata “Telah hilang satu ayat dari surat al-Ah}zah dan sesungguhnya aku pernah mendengarkarnya dari Rasul saw.” Ini merupakan sebuah bukti bahwa Zaid dan para sahabat menghafal semua ayat al-Qur’a>n termasuk akhir surat al-Bara>ah, hanya saja mereka berusaha untuk memperkuat hafalanya lewat ayat-ayat yang tertul. Dan hanya Khuzaimah yang memiliki tulisan akhir dari surat Bara>ah.
F.     Kesimpulan
Al-Qur’a>n adalah firman Allah yang ditunkan pada Muhammad saw dan sampai pada tangan kita dengan cara yang mutawatir. Ungkapan itu sudah lumrah dan harus diyakini oleh umat Islam, karena Nabi bersabdah “Semua umat Islam tidak akan tersesat selagi ia berpegang teguh pada al-Qur’a>n dan hadi>th.” Setelah kita semua mengetahui defenisi, pembukuan dan pengumpulan, dan tanggapan orientalis terhadap al-Qur’a>n yang disertai dengan jawabanya, semua itu hanya bertujuan agar kita mengetahui keabsahan al-Qur’a>n dan bukti lewat sejarah bahwa al-Qur’a>n yang ada pada saat ini adalah al-Qur’a>n yang ada di zaman Nabi saw bukan rekayasa Abu Bakar atau Uthman sebagaimana pandangan orientalis.
Memang al-Qur’a>n telah tertulis semenjak Nabi hidup, bahkan Nabi sendiri memerintah penulis wahnya untuk menulisnya, namun al-Qur’a>n pada saat itu masih belum terkumpulkan dalam satu mus{h{af. Pada masa Abu Bakar, al-Qur’a>n sudah terbukukan dan terrangkum dalam satu mus}h}af, namun pada masa Abu Bakar al-Qur’a>n masih belum dibakukkan, dengan bukti real banyak dari golongan sahabat menulis al-Qur’a>n sendiri dan tidak menjadikan al-Qur’a>n Abu Bakar sebagia pedoman. Kejadian itu tidak bisa disalahkan, karena Abu Bakar menulis dan mengumpulkan al-Qur’a>n dengan tujuan menjaga al-Qur’a>n agar tidak lenyap dari muka bumi bersamaan dengan meninggalnya penghafal al-Qur’a>n.
Pada masa Uthman inilah al-Qur’a>n mulai dibakukan dan semua umat Islam berkiblat pada al-Qur’a>n Uthmani. Dengan dasar, Uthman mengumpulkan al-Qur’a>n yang bertujuan untuk menyatukan bacaan al-Qur’a>n serta menghilangkan anggapan orang-orang bahwa bacaannya lebih baik dari pada bacaan orang lain. Selain itu, Uthman juga membakar semua al-Qur’a>n selain al-Qur’a>n yang dipegang oleh H{afs{ah dan mengirimkan al-Qur’an yang disertai mu’alimnya kesemua penjuru agar bisa mengajarkan bacaan al-Qur’a>n yang memcocoki pada tulisa al-Qur’a>n Uthmani.
Referensi
Abu Shahbah, Muhammad, Muhammad, Madkhal li Dira>sah al-Qur’a>n al-Kari>m. Riyad}: Da>r al-Liwa’. 1987.
Abu al-Fida>’Ismail bin Umar bin Kathir, Tafsir al-Qur’a>n al-‘Ad}i>m. Da>r T{ayyibah li al-Nashr wa al-Tauzi’, 1999M/1420H.
Ahmad Muhammad, “Talkhi>s} Kita>b Lamh}a>t fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n”. Tesis--Ja>mi’ah al-Amiri>ki>yah al-Maftu>h}ah, Kairo, 1995.
‘Asqala>ni (al), Shiha>buddin Abi Fad}al Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali, Al-Is}a>bah fi Tamyi>zi al-S{aha>bah. Kairo: Da>r al-Kutub, 1853H.
Dhahabi (al), Shamsuddin Abi Abdillah bin Ahmad bin Uthman bin Qaima>r, Tadhhi>b Tahdhib al-Kama>l fi Asma>’ al-Rija>l. Kairo: Al-Fa>ru>q Khadi>thah li al-T{aba’ah wa al-Nashr, 2004M/1325H.
Ghazali (al), Abu Hamid. Al-Iqtis}a>t fi al-I’tiqa>d. Kairo: Ja>mi’ah al-Azhar, 2003.
Hamad (al), Qaddawari, Gha>nim, Rasm al-Mus}h}af Dira>sah Lufhawi>yah Ta>rikhi>yah. Baghdad: al-Lajnah al-Wat}aniyah li al-Ih}tifa>l bi Mat}la’ al-Qurn al-Khamis ‘Ashar al-Hijri, 1982M/1402H.
‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Mujalla>d al-Arabi, 2010.
Muhammad bin Lutfi. Lamhat fi ‘Ulum al-Qur’a>n. hal, 3. Cet. Tanpa Percetakan.
Muhammad Salim Muhsin, Tari>kh al-Qur’a>n al-Kari>m. Madinah al-Munawwarah: Da>r al-Mamlakah al-‘Arabiyah, 1402 H.
Su>yu>t}I (al), Jalaluddin Abdurrahman >, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Hadi>th, 2004M/1425H.
Zarkashi (al), Badruddin Muhammad bin Abdullah. Al-Burh>an fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Hadi>th, 2006M/1427H.
Zarqani (al), ‘Abdul Azim, Muhammad, Mana>hil al-‘Irfa>n fi Ulu>m al-Qur’a>n. Da>r Kita>b al-‘Arabi.
Zuhaili (al), Wahbah, Us}u>l Fiq al-Isla>mi. Damaskus: Da>r al-Fikr, 1989M/1406H.



[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, (Bandung: CV Diponegoro, 2008), 4.
[2] Abu Hamid al-Ghazali. Al-Iqtis}a>t fi al-I’tiqa>d, (Kairo: Ja>mi’ah al-Azhar, 2003), 302.
[3] Wahbah az-Zuhaili, Us}u>l Fiq al-Isla>mi, (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1989M/1406H), 2/421.
[4] Muhammad ‘Abdul Azim az-Zarqani, Mana>hil al-‘Irfa>n fi Ulu>m al-Qur’a>n, (Da>r Kita>b al-‘Arabi), 1/20.
[5] ‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Mujalla>d al-Arabi, 2010), 8.
[6] Ahmad Muhammad, “Talkhi>s} Kita>b Lamh}a>t fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n” (Tesis--Ja>mi’ah al-Amiri>ki>yah al-Maftu>h}ah, Kairo, 1995), 3.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 91.
[8] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 262.
[9] ‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Mujalla>d al-Arabi, 2010), 39.
[10] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 262.
[11] Badruddin Muhammad bin Abdullah al-Zarkashi. Al-Burh>an fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. (Kairo: Da>r al-Hadi>th, 2006M/1427H), 165.
[12] Muhammad Salim Muhsin, Tari>kh al-Qur’a>n al-Kari>m, (Madinah al-Munawwarah: Da>r al-Mamlakah al-‘Arabiyah, 1402 H), 131.
[13] Jalaluddin Abdurrahman al-Su>t}i>, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Hadi>th, 2004M/1425H), 186.
[14] Muhammad Salim Muhsin, Tari>kh al-Qur’a>n al-Kari>m…, 136.
[15] Shamsuddin Abi Abdillah bin Ahmad bin Uthman bin Qaima>r al-Dhahabi, Tadhhi>b Tahdhib al-Kama>l fi Asma>’ al-Rija>l, (Kairo: Al-Fa>ru>q Khadi>thah li al-T{aba’ah wa al-Nashr, 2004M/1325H), 3/339.
[16] Shiha>buddin Abi Fad}al Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali al-‘Asqala>ni, Al-Is}a>bah fi Tamyi>zi al-S{aha>bah, (Kairo: Da>r al-Kutub, 1853H), 3/23.
[17] ‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n…, 132.
[18] Muhammad Salim Muhsin, Tari>kh al-Qur’a>n al-Kari>m…, 138.
[19] ‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n…, 131.
[20] Gha>nim Qaddawari al-Hamad, Rasm al-Mus}h}af Dira>sah Lufhawi>yah Ta>rikhi>yah, (Baghdad: al-Lajnah al-Wat}aniyah li al-Ih}tifa>l bi Mat}la’ al-Qurn al-Khamis ‘Ashar al-Hijri, 1982M/1402H), 105-106.
[21] Muhammad Salim Muhsin, Tari>kh al-Qur’a>n al-Kari>m…, 142.
[22] ‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n…, 132.
[23] Muhammad Salim Muhsin, Tari>kh al-Qur’a>n al-Kari>m…, 146.
[24] Ibid,. 149.
[25] ‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n…, 135.
[26] Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya…, 71.
[27] Abu al-Fida>’Ismail bin Umar bin Kathir al-Qurshi, Tafsir al-Qur’a>n al-‘Ad}i>m, (Da>r T{ayyibah li al-Nashr wa al-Tauzi’, 1999M/1420H), 1/28.
[28] ‘Id Khid}ir Muhammad Khid}ir, Al-Id}a>h wa al-Baya>n fi Ulu>m al-Qur’a>n…, 136.
[29] Muhammad Muhammad Abu Shahbah, Madkhal li Dira>sah al-Qur’a>n al-Kari>m, (Riyad}: Da>r al-Liwa>’, 1987M), 287.

No comments:

Post a Comment